Seberapa sering kita memandang ke atas langit? Di tengah rutinitas kehidupan sehari-hari, menyaksikan pemandangan langit yang biru dengan hembusan udara yang segar tentunya menjadi oase terutama bagi kaum yang hidup di daerah perkotaan.
Di wilayah Papua sendiri, langit memang masih biru. Tak percaya kawan..? Lihatlah beberapa gambar berikut ini. Gambar diambil dari beberapa tempat dan waktu yang berbeda namun semua berlokasi di Papua.
Namun akankah anak cucu kita akan tetap menikmati langit
yang sebiru di atas? Tentu saja itu harapan kita bersama. Oleh karena itu demi mewujudkannya, mari kita bertindak. Sebenarnya apa yang membuat langit akan tetap biru? Keruhnya warna langit di perkotaan sana tentu saja kita ketahui bersama disebabkan oleh karena polusi udara. Lihat
saja, bahkan foto penampakan Gunung Gede Pangrango dengan langit cerah dari
ruas jalan Jakarta bahkan menjadi viral karena semua orang tahu bagaimana kondisi langit Jakarta di saat
sekarang ini. Bukan hanya Jakarta namun kota-kota besar lainnya dengan
penggunaan kendaraan bermotor yang paling banyak saat ini adalah penyumbang polusi udara
terbesar. Dikatakan bahwa sumber pencemar udara terbesar adalah disebabkan
transportasi darat sebanyak 75%. Tentu saja hal ini sangat mengkhawatirkan. Selain berdampak bagi lingkungan, dampak kesehatanpun menjadi isu utama yang cukup mengganggu.
Dalam rangka mengurangi pencemaran udara, tentunya salah
satu hal adalah dengan melakukan pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor.
Yang paling efektif adalah dengan menggunakan BBM yang berkualitas dan ramah
lingkungan. BBM berkualiatas memiliki emisi lebih rendah dan tentunya akan
berdampak pula pada mesin kendaraan dan bahkan penggunaan menjadi lebih irit. Kualitas
BBM biasanya dinyatakan dengan tingkat RON (Research Octane Nmber) atau di
sebut dengan kadar oktan. Semakin tinggi
kadar oktannya maka semakin tinggi pula kualitas BBM tersebut. Premium sebagai
BBM bersubsidi yang seringkali merupakan pilihan pertama masyarakat dalam berkendara
memiliki RON 88, sedangkan Petralite memiliki RON 90
dan Pertamax dengan RON 92 serta RON 98 untuk Pertamax Turbo (sumber : pertamina.com)
Semakin tinggi kadar oktan maka semakin tinggi pula
kemampuan bahan bakar tersebut dalam menahan tekanan yang tinggi di dalam ruang
pembakaran, sebelum akhirnya terbakar. Karena itu menggunakan bahan bakar yang
tak sesuai dengan spesifikasi mesin
kendaraan akan memberi dampak buruk seperti pembakaran yang tidak sempurna,
tenaga mesin tidak optimal dan kendaraan menjadi boros BBM serta menimbulkan
emisi yang tinggi. Karena itu sebaiknya menggunakan BBM sesuai dengan
rekomendasi pabrikan kendaraan.
Di Papua sendiri khususnya di Kota Sorong, beberapa SPBU sudah tak lagi menyediakan premium. Harga premium yang lebih murah memang kerap menjadi pilihan yang dianggap lebih hemat. Di sini harga premium berkisar di angka 6800 rupiah dibandingkan dengan pertalite yang harganya 7850 rupiah dan di atasnya ada pertamax seharga 9200 rupiah. Sepertinya sudah tidak terlalu jauh berbeda jika dibandingkan dengan harga BBM di kota-kota besar. Namun jangan tanyakan jika di pedalaman Papua, harga BBM yang cukup mahal sudah tak asing lagi. Hal ini terutama disebabkan karena masalah transportasi. Untuk menjangkau beberapa wilayah tertentu harus dengan pesawat kargo ataupun perjalanan darat dan laut yang membutuhkan waktu lama dan tentunya biaya yang tak sedikit sehingga berpengaruh pula pada harga BBM tersebut.
Program Langit Biru dihadirkan pemerintah sebagai upaya mengurangi pencemaran udara. Program ini bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara serta mewujudkan perilaku sadar lingkungan. Program ini sebenarnya telah diluncurkan pertama kali pada tahun 1996 oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup namun hingga saat ini masih kurang kedengaran gaungnya di masyarakat. Salah satu upaya yakni dengan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan yang diharapkan dapat mengendalikan emisi gas buang kendaraan bermotor.
Dalam perbincangan lewat diskusi webinar via zoom dan disiarkan pula lewat radio jaringan KBR pada tanggal 18 Maret 2021 kemarin yang dilangsungkan dengan kerjasama YLKI dan KBR, ketua YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Bapak Tulus Abadi menyatakan bahwa Program Langit Biru yang sudah digadang sejak tahun 1996 oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup tidak bisa dipisahkan dengan program BBM ramah lingkungan. Langit biru dan BBM ramah lingkungan saling berkaitan. Meski dalam perjalanannya sendiri masih kurang komitmen. Menurut beliau BBM yang tidak ramah lingkungan akan menyebabkan kerugian terhadap rupiah yang dikeluarkan karena jarak tempuh yang rendah. Selain itu konsumen akan mengeluarkan rupiah lebih banyak karena untuk diperlukan untuk maintenance mesin kendaraan. Sayang sekali hingga saat ini masih kurang regulasi dan peringatan dari pemerintah untuk hal ini. BBM yang digunakan masyarakat masih tidak standar Euro. Standar Euro adalah dengan penggunaan BBM RON 91. Indonesia cukup ketinggalan dan hanya ada sisa 7 negara di dunia yang menggunan premium termasuk Indonesia. Sedangkan untuk level Asia sudah menggunakan Euro 4.
Sementara itu, menyambung hal tersebut maka narasumber dari KLHK Bapak Dasrul Chaniago mengatakan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri LHK No.20 tahun 2017 maka Pemerintah Indonesia akan segera memberlakukan standar emisi Euro 4. Jika emisi diperketat, konten bahan bakar akan mengikuti. Adalah tugas KLHK untuk memperketat emisi, dan untuk upgrade teknologi adalah tugas perindustrian dan sektor otomotif.
Pengamat ekonomi Faisal Basri menyebutkan bahwa masyarakat sekarang ini mementingkan harga, yang lainnya
belakangan. Sebenarnya komitmen Pertamina untuk menghapus Premium sangat pas untuk dijalankan yakni trasformasi BBM dari tidak ramah menjadi ramah lingkungan. Karena semua produksi
otomotif sekarang ini sudah standar Euro 4.
Dari pihak Pertamina sendiri lewat Bapak Deny Djukardi menyatakan bahwa harga masih merupakan keputusan dominan konsumen, dan beliau mengharapkan kesadaran masyarakat setelah merasakan manfaat saat sudah menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan. Pertalite termasuk alternatif, karena penggunaan BBM tidak direkomendasikan lagi RON 88 untuk saat ini. Dan pula tren penggunaan premium sudah menurun, karena masyarakat sudah mulai beralih menggunakan BBM ramah lingkungan.
Lain lagi dengan redaktur Tribun Timur Bapak Thamzil Tahir. Beliau lebih menyoroti ke masalah pendapatan ekonomi masyarakat di bagian timur adalah dari pangan bukan jasa, oleh karena itu antrian minyak
tanah masih kerap terjadi. Kampanye pemerintah bukan hanya dari BBM ramah lingkungan tapi juga adalah tanggung jawab lingkungan masyarakat. Bukan hanya Pertamina yang perlu mengkampanyekan Langit Biru namun adalah tugas kita juga.
Sementara itu dari para influencer menyarankan untuk memberi kemasan dengan lebih seksi dalam permasalahan ini. Leoni Agustina menyampaikan bahwa jika dikemas dari sisi kaum milenial untuk mengangkat persoalan ini secara online, dan jika dengan menyasar para emak-emak maka kaum emak akan lebih tertarik dengan dampak pada isu kesehatan anak dan atau dengan potongan harga. Hal yang hampir sama dikatakan oleh influencer lainnya Ramon Tungka bahwa perlu ketegasan namun harus ada penjelasan mengapa. Publik harus terus diyakinkan dengan sosialisasi dan edukasi. Pertamina sendiri telah menyediakan aplikasi My Pertamina yang memberi berbagai kemudahan dan keuntungan yang dapat di unduh lewat ponsel sebagai wujud peningkatan di era digital.
Pada akhirnya, komitmen dan sinergilah yang paling dibutuhkan dalam menyukseskan program ini. Langit Biru bukan melulu urusan pemerintah atau para pemangku kebijakan. Kita sebagai masyarakat yang harus memulai. Ketika kita sudah memahami dampak buruk dari penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan, bahkan terlebih untuk kesehatan kita, maka mari kita mulai dengan beralih ke BBM yang lebih ramah lingkungan. Jangan tunggu sampai besok. Mari kita tetap birukan langit Papua. Kalau bukan kitorang, siapa lagi?