Stroke,
jantung, kanker dan beberapa penyakit umum lainnya, tentu sudah sering kita
dengar sebagai penyakit-penyakit mematikan yang tentunya cukup mengerikan bagi
kita. Namun pernahkan kita mendengan yang namanya penyakit TB?
Tuberkulosis (TB) atau yang dulu dikenal TBC adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). TB bukanlah disebabkan oleh guna-guna
atau kutukan. TB juga bukan merupakan penyakit keturunan. Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ atau bagian tubuh lainnya
(misalnya: tulang, kelenjar, kulit, dll).
TB dapat menyerang siapa
saja, terutama menyerang usia produktif/masih aktif bekerja (15-50 tahun) dan anak-anak.
TB dapat menyebabkan kematian. Apabila tidak diobati, 50% dari pasien akan
meninggal setelah 5 tahun.
Penyakit TB ini sebenarnya sudah menjadi masalah dunia sejak
dulu. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB
baru dan 3 juta kematian terjadi akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Dalam hal ini tentu
saja termasuk negara kita Indonesia.
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar. Menyikapi hal tersebut,
pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
Munculnya HIV/AIDS di dunia menambah
permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB
secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat
anti TB (multidrug resistance = MDR)
semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan
tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit
ditangani.
Di
Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru
dan kematian 101.000 orang.
Hiii… Cukup
mengerikan bukan?
Coba
lihat, contoh kecil adalah jika kita menonton tayangan sinetron kita, maka
gambaran keluarga miskin yang paling sering muncul, sebuah keluarga dengan ayah
atau ibu yang sakit-sakitan, yang paling banter sakitnya adalah batuk-batuk
yang kemudian disertai darah. Darimana para sutradara bisa mengambil adegan
tersebut? Secara tidak sadar, itu bisa saja merupakan gambaran penyakit TB.
Nah,
pasti mulut kita mulai membentuk huruf O dan berseru ,”Oooouu….”
Karena
itu, yuk mari kita mengenal si TB ini lebih jauh.
Sebagai
penyakit menular, penyebab TB yang paling utama adalah pasien dengan BTA
positif. Eh, tunggu dulu… Apa pula ini BTA positif?
Pasien dengan
BTA positif itu adalah pasien atau orang yang sudah diperiksa dahaknya di
laboratorium dimana hasilnya menunjukkan bahwa dahaknya itu positif mengandung
kuman TB yang dibuktikan lewat pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam). Nah, pada
waktu bersin atau batuk pasien tersebut akan menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak. Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Hmmm… Lumayan juga ya…
Tapi tidak usah terlalu khawatir yah, jangan-jangan
setelah membaca ini kita jadi takut alias paranoid berdekatan dengan orang yang
lagi batuk. Umumnya penularan terjadi
dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi
dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat
membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab. Jadi, kita bisa tetap aman asalkan memperhatikan hal-hal
tersebut.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan
hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpapar kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Sekarang, bagaimana cara kita mengenali seseorang
mengidap penyakit TB?
Teman
saya yang seorang petugas TB mengatakan kalau kita menemukan seseorang yang
mengalami penyakit batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh selama kurang lebih
dua hingga tiga minggu maka patutlah segera memeriksakan dahaknya. Apalagi jika
gejala-gejala lainnya ikut bermunculan. Misalnya batuknya diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan
fisik, serta mengalami demam meriang lebih dari satu bulan.
Tapi, gejala-gejala tersebut diatas dapat juga sih dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Namun mengingat negara kita juga merupakan penyumbang penyakit TB terbesar di dunia, maka jika menemukan gejala-gejala tersebut, haruslah segera diminta untuk memeriksakan dirinya ke Unit Pelayanan Kesehatan yang terdekat. Paling mudah tentu saja adalah ke Puskesmas.
Menemukan pasien TB ini sebenarnya merupakan hal yang agak
susah-susah gampang. Mengapa begitu? Soalnya jika kita sudah mendapatkan orang
dengan gejala seperti yang disebutkan di atas, maka hal yang paling susah
adalah mengajaknya untuk memeriksakan diri. Ada saja alasan yang dikemukakan.
Selain alasan sosial yang mana masyarakat masih sering mengucilkan pasien TB,
sering pula pasien menganggap remeh jika hanya mengalami batuk saja. “ Ah, Cuma
batuk doang, gak pa-pa kok, ntar juga sembuh sendiri…”
Padahal, penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam
kegiatan program penanggulangan TB. Jika saja pasien sudah ditemukan dan
disembuhkan, maka hal ini tentunya akan berakibat besar dalam menurunkan angka
kesakitan dan bahkan kematian akibat TB, dan tentu saja yang paling penting
juga adalah kita bisa mencegah penularan TB di masyarakat.
Untuk menemukan pasien ini tentulah diperlukan strategi yang
tepat. Selain usaha dari petugas kesehatan dalam hal promosi dan penyuluhan
kesehatan, kitapun sebagai masyarakat umum perlu berperan aktif dalam
meningkatkan cakupan penemuan tersangka
pasien TB. (duh, kejam amat pake nama tersangka…) Maksudnya, kan petugas
kesehatan tentunya tidak akan mampu menjaring semua pasien jika tidak ada
kerjasama dari kita sebagai masyarakat yang berbaur langsung dalam kehidupan
sehari-hari. Dan lagi, jika si pasien tersebut ternyata positif mengidap TB
jika sudah diperiksa, maka akan lebih gampang lagi menemukan yang lainnya,
yakni dengan ikut pula memeriksa orang-orang dengan kontak yang sering dengan
si pasien dan mengalami gejala yang sama.
Jika hal
tersebut sudah dilakukan, maka kita dengan langkah mudah sudah ikut membantu
pemerintah dan bahkan negara kita ini untuk ikut andil dalam meningkatkan derajat kesehatan bangsa
yang kita cintai ini. Kalau bukan kita, siapa lagi…? Kalau bukan sekarang,
kapan lagi..?
;)
Catatan :
Sumber : Buku
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis
Salam Tazim
BalasHapusBatuk berdahak penyait yang sangat menjengelkan terkadang sangat menyusahkan, pengalaman batuk berdahak menjadi ancaman serius untuk saya jika minum dan makanan yang dingin apalagi jika dipagi hari sudah harus melawan angin dengan motor atau sedikit saja kepala terkena hujan penyakit itu selalu datang.
Terima kasih informasinya ya semoga selelua mengingatkan sahabat akan bahaya TB
Salam Takzim Batavusqu
Iya, sama-sama..
HapusSenang bisa ikut berbagi informasi.
kenali, temukan dan sembuhkan ya :)
BalasHapusaku suka takut kalau ada yang batuuuk...
BalasHapussemoga TB semakin diberantas
BalasHapus