Rabu, 25 Juli 2012

Bahan Pelatihan Penanganan TB

Huoppss,, sebenarnya materinya buanyaaaakkkk sekali,, tapi saya coba menyusun dan mengambil bagian2 yang cukup penting untuk di ketahui. Maafkanlah daku jika materinya gak rapi, berantakan, dan memusingkan.... :)

PENDAHULUAN


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (M. Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Kuman TB  berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tidur lama selama beberapa tahun.

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran napas. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, ia dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran getah bening atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

             Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan global
bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif untuk
pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi.
Dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih
terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat
TB di seluruh dunia (WHO, 2009). Selain itu, pengendalian TB mendapat tantangan
baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan tantangan lainnya dengan
tingkat kompleksitas yang makin tinggi. Dokumen Strategi Nasional Pengendalian
TB di Indonesia 2011-2014 ini disusun dengan konsultasi yang intensif dengan
para pemangku kepentingan di tingkat nasional dan provinsi serta mengacu pada:
(1) kebijakan pembangunan nasional 2010-2014; 
(2) dokumen strategi dan rencana
      global dan regional; dan
 (3) evaluasi perkembangan program TB di Indonesia
                                      .....................(di kutip dari Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia)

DIAGNOSA
    
TB adalah penyakit menular yang berbahaya. Setiap pasien TB dapat menularkan kepada 10-15 orang per tahun yang berada di sekitarnya melalui percikan dahak. Mengingat pentingnya penanggulangan penyakit ini, maka petugas kesehatan diharapkan dapat menemukan suspek TB sedini mungkin untuk diperiksa dan diobati sampai sembuh.

Bila ditemukan pasien TB dewasa (terutama dengan BTA positif) harus dilakukan pelacakan terutama terhadap anak-anak yang kemungkinan sudah terinfeksi (lacak sentrifugal), sedangkan bila menemukan pasien TB anak, harus dilakukan pelacakan sumber penularannya (lacak sentripetal).

Pada orang dewasa, diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam (BTA) pada pemeriksaan mikroskopik dahak, sedangkan pada anak, didasarkan pada ditemukannya beberapa gejala atau tanda pada beberapa pemeriksaan.
Untuk Anak, pada Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan fasilitas terbatas dapat digunakan sistim skoring yang telah direkomendasikan IDAI sebagai alat bantu untuk menegakkan diagnosis TB Anak. Untuk Rumah Sakit dengan fasilitas diagnostik lebih lengkap, sistem skoring dapat digunakan sebagai sarana penjaringan awal (entry point), namun jangan digunakan sebagai sarana diagnosis akhir (end point).

Setelah ditetapkan diagnosis TB pada seorang pasien, perlu ditentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Klasifikasi penyakit dan tipe pasien ini digunakan untuk menentukan jenis paduan obat yang sesuai.

     
Tersangka / Suspek TB

BUKAN PASIEN ODHA
PADA PASIEN ODHA
q  Gejala Utama Batuk berdahak 2-3 minggu
q  Gejala Tambahan :
§  Dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada
§  Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari se bulan
q  Penurunan BB > 10 Kg atau > 20 Kg
q  Demam meriang lebih dari sebulan
q  Batuk 2-3 minggu atau lebih
q  Pembesaran kelenjar getah bening
q  Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
Bila ada salah satu gejala diatas bisa dianggap tersangka/suspek TB

Gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti Bronkiektasi, Bronkitis kronis, Asma, Kanker Paru dll. Mengingat Prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dengan gejala diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk :
§  Menegakkan diagnose
§  Menilai keberhasilan pengobatan dan
§  Menentukan potensi penularan
Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnose dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-pagi-Sewaktu (SPS) :
·     S (Sewaktu), dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua
·     P (Pagi),          dahak dikumpulkan dirumah pasa pagi harikedua, segera setelah bangun tidur (bila malam hari suspek TB sering bangun karena batuk, sebaiknya dahaknya ditampung). Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (Lab)
·     S (Sewaktu),   dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan pot dahak pagi


KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
·           Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang  meliputi empat hal , yaitu:
o   Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
o   Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA negatif;
o   Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
o   Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
·           Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
o   Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
o   Registrasi kasus secara benar
o   Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
o   Analisis kohort hasil pengobatan

·           Beberapa istilah dalam definisi kasus:
o   Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis  atau didiagnosis oleh dokter.
o   Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
·           Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan untuk
o   menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga  mencegah timbulnya resistensi,
o   menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
o   mengurangi efek samping.


Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

·           Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.  tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

·           Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.


Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
·           Tuberkulosis paru BTA positif.
o   Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
o   1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
o   1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
o   1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

·           Tuberkulosis paru BTA negatif 

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
o   Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
o   Foto toraks  abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
o   Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
o   Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
·           TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
·           TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

o   TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

o   TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

Catatan:
·           Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
·           Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

Tipe Pasien TB :
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1.  Kasus Baru
Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
2.  Kambuh (Relaps)
Kasus kambuh (relaps) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian didiagnosis kembali dengan  hasil pemeriksaan dahak BTA positif (sediaan apus atau biakan).
3.  Kasus lalai berobat (Default)
Kasus lalai berobat (default) adalah pasien yang telah berobat satu bulan atau lebih dan putus berobat selama 2 bulan atau lebih, datang lagi dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
4.  Kasus Gagal
Kasus gagal adalah:
1) Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya  tetap positif atau kembali menjadi positif pada 1  bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan (AP).
2) Pasien BTA negatif dengan hasil foto toraks menggambarkan proses spesifik TB, setelah diobati  sampai dengan akhir tahap awal hasil pemeriksaan dahaknya menjadi BTA positif.
5.  Kasus Pindahan (Transfer In)
Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang dipindahkan dari Sarana Pelayanan Kesehatan atau kabupaten/kota yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya di kabupaten/kota yang sekarang.
6.  Lain-lain:
Adalah semua kasus TB yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk TB Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan dahak ulang masih tetap BTA positif sampai dengan selesainya pengobatan ulang (dengan kategori 2).
    



PENGOBATAN
    
Pengobatan TB bertujuan:
  • Menyembuhkan pasien,
  • Mencegah kematian,
  • Mencegah kekambuhan,
  • Memutuskan rantai penularan,
  • Mencegah terjadinya kekebalan terhadap OAT dan
  • Mengurangi dampak sosial dan ekonomi.

Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  • OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
  • Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
  • Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan.
Tahap awal
o   Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
o   Bila pengobatan tahap awal tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o   Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
o   Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
o   Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.


A.   JENIS OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

OAT yang digunakan Program Penanggulangan TB saat ini adalah obat lini pertama, yang terdiri dari:
  • Isoniasid / INH (H)
o   Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
o   Obat ini sangat efektif terhadap kuman yang sedang berkembang.
o   Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
  • Rifampisin (R)
o   Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman persister yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.
o   Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun tahap lanjutan 3 kali seminggu.
  • Pirazinamid (Z)
o   Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
o   Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
  • Streptomisin (S)
o   Bersifat bakterisid.
o   Pasien  berumur  sampai  60  tahun   dosisnya 0,75 g/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 g/hari.
  • Etambutol (E)
o   Bersifat sebagai bakteriostatik.
o   Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

      Tabel-1: Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT
Sifat
Dosis yang direkomendasikan (mg/kg BB)
Harian
3 x seminggu
Isoniasid (H)
Bakterisid
5
(4-6)
10
(8-12)
Rifampisin (R)
Bakterisid
10
(8-12)
10
(8-12)
Pirazinamid (Z)
Bakterisid
25
(20-30)
35
(30-40)
Streptomisin (S)
Bakterisid
15
(12-18)

Etambutol (E)
Bakteriostatik
15
(15-20)
30
(20-35)



Tabel-2: Dosis Obat Anti Tuberkulosis pada anak
Nama Obat
Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal             (mg per hari)
Efek samping
Isoniazid
5−15*

300
hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Rifampisin**
10−20

600
gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid
15−30

2000
toksisitas hati, artralgia, gastrointestinal
Etambutol
15−20

1250
neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin
15−40

1000

ototoksik, nefrotoksik

Catatan:
*     Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
**    Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan).


B.   PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS STANDAR

Penulisan Kode Paduan Obat
Masing-masing obat memiliki singkatan seperti ditulis pada tabel diatas.  Paduan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
Paduan pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan:
  • Tahap pengobatan,
  • Lama pengobatan,
  • Jenis OAT,
  • Cara pemberian (harian atau 3 x seminggu) dan
  • Paduan OAT, misalnya: Kategori 1 KDT: 2 (HRZE)/4 (HR)3
o   Garis miring menunjukkan pemisahan tahapan pengobatan
o   Angka 2 dan 4 menunjukkan lama tahap dalam bulan.
o   Huruf dalam tanda kurung menunjukkan OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
o   Jika tanpa tanda kurung berarti OAT lepas atau kombipak.
o   Angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan jumlah dosis obat per minggu.
o   Jika tidak ada angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan pengobatan dilakukan setiap hari.

Text Box: Contoh 1. Paduan pengobatan TB kategori 1 dengan OAT KDT
2(HRZE)/ 4 (HR)3
Tahap awal adalah 2(HRZE). Lama pengobatan 2 bulan. Pengobatan diberikan harian. Isoniazid (H), rifampicin (R), pirazinamid (Z) dan etambutol (E) diberikan dalam bentuk KDT. 
Tahap lanjutan adalah 4(HR)3. Lama pengobatan 4 bulan. Pengobatan diberikan 3 kali seminggu. Isoniazid dan rifampisin, diberikan dalam bentuk KDT.

Contoh 2. Paduan pengobatan TB kategori 2 dengan OAT KDT
2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
Tahap awal adalah 2(HRZE)S/ (HRZE)/. Lama pengobatan 3 bulan. Pengobatan diberikan harian. Isoniazid (H), rifampicin (R), pyrazinamide (Z) dan etambutol (E) diberikan dalam bentuk kombinasi dosis tetap dan S diberikan selama 2 bulan pertama berupa suntikan setiap hari. 

Tahap lanjutan adalah 5(HR)3E3. Lama pengobatan 5 bulan. Pengobatan diberikan 3 kali seminggu. Isoniazid dan rifampisin, diberikan dalam bentuk KDT dan etambutol diberikan secara lepas.

Pada paduan bentuk kombipak atau bentuk lepas yang masing-masing obat tidak dalam bentuk kombinasi, maka penulisan contoh 1 menjadi : 2HRZE/ 4H3R3 dan contoh 2 menjadi : 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3.



Tabel 3: Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan WHO (Treatment of Tuberculosis: Guideline for National Program, WHO, 2003).
Kategori Diagnosis TB
Pasien TB
Paduan OAT
Tahap awal
(harian atau 3 x seminggu)a
Tahap lanjutan
(harian atau 3 x seminggu) a
I
·   TB paru kasus baru
·   TB paru BTA negatif kasus baru dengan lesi luas
·   TB berat + HIV atau TB ekstraparu berat


2 HRZE b



4H3R3 atau
4 HR c
II
TB paru BTA positif dengan pengobatan terdahulu :
·   Kasus kambuh
·   Kasus putus berobat
·   Kasus gagal d


2 HRZES/ 1 HRZE


5 H3R3E3 atau 5 HRE

III
TB paru BTA negatif kasus baru (selain kategori 1)
TB ekstraparu ringan

2 HRZE e
4H3R3 atau
4 HR
atau 6 H3E3 atau 6 HE c
IV
Kasus kronik atau MDR (BTA masih positif setelah pengobatan ulang yang diawasi) f



Catatan:
a.     Pemakaian OAT harian pada tahap awal dan 3 x seminggu atau harian pada tahap lanjutan disesuaikan dengan kebijakan pada masing masing negara.
b.    Streptomisin dapat diberikan bersamaan dengan Etambutol. Pada Meningitis TB, Etambutol diganti dg Streptomisin.
c.     Bagi pasien yang gagal dan kambuh setelah pengobatan selama 6 bulan, disarankan melanjutkan pengobatannya dengan KDT sesuai yg direkomdasikan.
d.    Jika memungkinkan, dapat dilakukan uji kepekaan obat sebelum memulai pengobatan Kategori 2 terutama pada kasus gagal, bila hasilnya terbukti MDR TB disarankan pada pasien tersebut menggunakan pengobatan Katagori 4.
e.     Etambutol dapat diabaikan selama pengobatan tahap awal untuk pasien tanpa kavitas, pasien TB paru BTA negatif yang HIV negatif, pasien TB bukan pasien MDR, dan anak-anak dengan TB primer.
f.     Semua kontak dengan MDR TB dianjurkan untuk melakukan biakan dan uji kepekaan.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
  • Paduan pengobatan KDT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia:
o   Kategori 1            : 2(HRZE)/4(HR)3.
o   Kategori 2            : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
o   Kategori Anak*   : 2(HRZ)/4(HR)
Di samping ketiga kategori ini, ada paduan obat sisipan (HRZE).
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 4 atau 2 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
  • Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu blister harian, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini masih disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.  Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Catatan:
*Pada TB anak yang berat, misalnya TB milier, meningitis, spondilitis dan lainnya, ditambahkan Etambutol dan/atau Streptomisin pada tahap awal. Tahap lanjutan diteruskan sampai 9-12 bulan.

OAT KDT
OAT KDT adalah obat dalam bentuk kaplet dan tablet yang isinya terdiri dari kombinasi beberapa jenis obat dengan dosis tertentu.
Dibandingkan dengan bentuk obat yang tidak dikombinasi atau bentuk lepas, OAT KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
1.    Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2.    Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko terjadi resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3.    Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Jenis OAT KDT
Jenis-jenis OAT KDT untuk dewasa:
  • Kaplet 4KDT: kaplet yang mengandung 4 macam obat.
Setiap kaplet mengandung:
o   75 mg Isoniasid,
o   150 mg Rifampisin,
o   400 mg Pirazinamid dan
o   275 mg Etambutol.
Kaplet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap awal dan untuk sisipan.
Jumlah kaplet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan pasien.

  • Tablet 2KDT: tablet yang mengandung 2 macam obat.
Setiap tablet mengandung:
o   150 mg Isoniasid,
o   150 mg Rifampisin.
Tablet ini digunakan untuk pengobatan tahap lanjutan yang diberikan 3 kali seminggu (tidak sesuai untuk digunakan sebagai dosis harian). Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan pasien pada awal pengobatan.
Untuk pengobatan paduan OAT Kategori 2, dilengkapi dengan:
o   Tablet Etambutol 400 mg,
o   Streptomisin injeksi vial 1 g dan
o    Aquabidestilata.

C.   PADUAN OAT DAN PERUNTUKANNYA

  1. Kategori-1 KDT: 2(HRZE)/ 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk:
·        Pasien baru TB paru BTA Positif,
·        Pasien TB paru BTA negatif disertai foto toraks dengan gambaran proses spesifik dan
·        Pasien TB ekstraparu .

Tabel-4: Dosis Kategori 1 KDT
Berat Badan
Tahap Awal
setiap hari
(56 dosis)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
Selama 16 minggu (48 dosis)
30 – 37 kg
2 kaplet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 – 54 kg
3 kaplet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 – 70 kg
4 kaplet 4KDT
4 tablet 2KDT
≥ 71 kg
5 kaplet 4KDT
5 tablet 2KDT

  1. Kategori 2 KDT: 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
·        Pasien kambuh,
·        Pasien gagal dan
·        Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).

Tabel-5: Dosis Kategori 2 KDT
Berat Badan
Tahap Awal
setiap hari
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 20 minggu (60 dosis)
56 dosis
28 dosis
30–37 kg
2 kaplet 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj.
2 kaplet 4KDT
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38–54 kg
3 kaplet 4KDT
+  750 mg Streptomisin inj.
3 kaplet 4KDT
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55–70 kg
4 kaplet 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
4 kaplet 4KDT
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
≥ 71 kg
5 kaplet 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj.
5 kaplet 4KDT
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol


Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg)

  1. OAT Sisipan KDT (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap awal kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel-6: Dosis Sisipan KDT
Berat Badan
Pemberian setiap hari selama 28 hari (28 dosis)
30 – 37 kg
2 kaplet 4KDT
38 – 54 kg
3 kaplet 4KDT
55 – 70 kg
4 kaplet 4KDT
≥ 71 kg
5 kaplet 4KDT

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan Amikasin (misalnya Kanamisin) dan golongan fluorokinolon tidak dianjurkan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Di samping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.

  1. Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal  3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap awal maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel-7: Dosis Anak Kombipak
Jenis Obat
BB
< 10 kg
BB
10 - 19 kg
BB
20 - 33 kg
Isoniasid
50 mg
100 mg
200 mg
Rifampicin
75 mg
150 mg
300 mg
Pirasinamid
150 mg
300 mg
600 mg

Tabel-8: Dosis Anak KDT
Berat Badan (kg)
2 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150 mg)
4 bulan tiap hari
RH (75/50 mg)
5-9
1 tablet
1 tablet
10-14
2 tablet
2 tablet
15-19
3 tablet
3 tablet
20-32
4 tablet
4 tablet


Catatan
·         Bila BB >33 kg, dosis disesuaikan dengan Tabel-2 di atas (perhatikan dosis maksimal).
·         Bila BB <5 kg, tidak menggunakan OAT KDT Anak, tetapi menggunakan obat lepas dengan dosis dihitung berdasarkan BB.
·         OAT Anak KDT tidak boleh diberikan setengah dosis tablet.
·         Perhitungan pemberian tablet di atas sudah memperhatikan kesesuaian dosis per kg BB.


ALUR TATALAKSANA PASIEN TB ANAK



 




Beri OAT 2 bulan terapi,
dievaluasi
 
 




 




                                                 







 
Terapi TB diteruskan sambil mencari penyebabnya

 
Untuk RS fasilitas terbatas, rujuk ke RS dengan fasilitas lebih lengkap
 
                                  
Terapi TB diteruskan
sampai 6 bulan
 
                                           
                                                                       




Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, maka pengobatan dihentikan.

Paduan therapi berbagai jenis TB Anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik dalam arti dapat mengenai hampir semua sistem organ. Pada beberapa batuk klinis penyakit TB diperlukan paduan obat yang lebih banyak dan durasi pemberian yang lebih lama. Bahkan beberapa diantaranya memerlukan pemberian steroid yaitu Prednison dengan dosis 1-2 mg/kg.BB/hari, selama 4-8 minggu. Tabel berikut mencantumkan variasi paduan obat dan durasi therapi.



Tabel 8. Paduan therapi berbagai jenis TB Anak
JENIS TB
PADUAN OBAT
DURASI THERAPI
STEROID PREDNISON
DURASI STEROID (DOSIS PENUH)
TB Anak—Umum
2RHZ/4RH
6 Bln
-
-
TB Kelenjar Limpe
2RHZ/4RH
6 Bln
-
-
TB Kulit
2RHZ/4RH
6 Bln
-
-
Efusi Pleura
2RHZ/4RH
6 Bln
1-2 mg/kk.BB/hari
2 minggu
TB Milier
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg.BB/hari
2 minggu
Meningitis TB
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg.BB/hari
4 minggu
Perikarditis TB
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg.BB/hari
4 minggu
TB Abdomen
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg/kk.BB/hari
4 minggu
TB Tulang
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
-
-
TB Hepar
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
-
-
TB Ginjal
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
-
-
Catatan :
·        Terapi fase awal diberikan selama 12 bulan, kemudian pada fase lanjutan diberikan Isoniazid dan rifampisin sampai 6/12 bulan sesuai durasi terapi.
·        Steroid diberikan dalam dosis penuh dalam 2-4 minggu, kemudian dosis diturunkan bertahap (tappering off) dalam waktu yang sama.
·        TB Abdomen yang perlu diberi steroid adalah yang tipe asitik yaitu yang disertai Asites.


D.   PENGOBATAN PENCEGAHAN UNTUK ANAK (Kemoprofilaksis)

Sekitar 50-60% balita yang tinggal serumah dengan pasien TB Paru BTA positif, akan terinfeksi TB. Kira-kira 10% dari yang terinfeksi tersebut akan sakit TB. Infeksi TB pada balita berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah sakit TB.


Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan pasien TB BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan:
  • Bila anak mempunyai gejala-gejala seperti TB harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan alur deteksi dini TB anak.
  • Bila anak balita tidak mempunyai gejala-gejala seperti TB (sehat), dan balita tersebut mendapat nilai <5 pada sistem pembobotan, harus diberikan pengobatan pencegahan dengan Isoniasid (INH) dengan dosis 5-10 mg per kg berat badan per hari selama 6 bulan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberi BCG setelah pengobatan pencegahan dengan INH selesai.


Pengobatan TB bertujuan:
  • Menyembuhkan pasien,
  • Mencegah kematian,
  • Mencegah kekambuhan,
  • Memutuskan rantai penularan,
  • Mencegah terjadinya kekebalan terhadap OAT dan
  • Mengurangi dampak sosial dan ekonomi.

Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  • OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
  • Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
  • Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan.
Tahap awal
o   Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
o   Bila pengobatan tahap awal tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o   Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
o   Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
o   Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.


A.   JENIS OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

OAT yang digunakan Program Penanggulangan TB saat ini adalah obat lini pertama, yang terdiri dari:
  • Isoniasid / INH (H)
o   Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
o   Obat ini sangat efektif terhadap kuman yang sedang berkembang.
o   Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
  • Rifampisin (R)
o   Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman persister yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.
o   Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun tahap lanjutan 3 kali seminggu.
  • Pirazinamid (Z)
o   Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
o   Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
  • Streptomisin (S)
o   Bersifat bakterisid.
o   Pasien  berumur  sampai  60  tahun   dosisnya 0,75 g/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 g/hari.
  • Etambutol (E)
o   Bersifat sebagai bakteriostatik.
o   Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

      Tabel-1: Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT
Sifat
Dosis yang direkomendasikan (mg/kg BB)
Harian
3 x seminggu
Isoniasid (H)
Bakterisid
5
(4-6)
10
(8-12)
Rifampisin (R)
Bakterisid
10
(8-12)
10
(8-12)
Pirazinamid (Z)
Bakterisid
25
(20-30)
35
(30-40)
Streptomisin (S)
Bakterisid
15
(12-18)

Etambutol (E)
Bakteriostatik
15
(15-20)
30
(20-35)



Tabel-2: Dosis Obat Anti Tuberkulosis pada anak
Nama Obat
Dosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal             (mg per hari)
Efek samping
Isoniazid
5−15*

300
hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Rifampisin**
10−20

600
gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid
15−30

2000
toksisitas hati, artralgia, gastrointestinal
Etambutol
15−20

1250
neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin
15−40

1000

ototoksik, nefrotoksik

Catatan:
*     Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
**    Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan).


B.   PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS STANDAR

Penulisan Kode Paduan Obat
Masing-masing obat memiliki singkatan seperti ditulis pada tabel diatas.  Paduan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
Paduan pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan:
  • Tahap pengobatan,
  • Lama pengobatan,
  • Jenis OAT,
  • Cara pemberian (harian atau 3 x seminggu) dan
  • Paduan OAT, misalnya: Kategori 1 KDT: 2 (HRZE)/4 (HR)3
o   Garis miring menunjukkan pemisahan tahapan pengobatan
o   Angka 2 dan 4 menunjukkan lama tahap dalam bulan.
o   Huruf dalam tanda kurung menunjukkan OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
o   Jika tanpa tanda kurung berarti OAT lepas atau kombipak.
o   Angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan jumlah dosis obat per minggu.
o   Jika tidak ada angka setelah huruf atau tanda kurung menunjukkan pengobatan dilakukan setiap hari.

Text Box: Contoh 1. Paduan pengobatan TB kategori 1 dengan OAT KDT
2(HRZE)/ 4 (HR)3
Tahap awal adalah 2(HRZE). Lama pengobatan 2 bulan. Pengobatan diberikan harian. Isoniazid (H), rifampicin (R), pirazinamid (Z) dan etambutol (E) diberikan dalam bentuk KDT. 
Tahap lanjutan adalah 4(HR)3. Lama pengobatan 4 bulan. Pengobatan diberikan 3 kali seminggu. Isoniazid dan rifampisin, diberikan dalam bentuk KDT.

Contoh 2. Paduan pengobatan TB kategori 2 dengan OAT KDT
2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
Tahap awal adalah 2(HRZE)S/ (HRZE)/. Lama pengobatan 3 bulan. Pengobatan diberikan harian. Isoniazid (H), rifampicin (R), pyrazinamide (Z) dan etambutol (E) diberikan dalam bentuk kombinasi dosis tetap dan S diberikan selama 2 bulan pertama berupa suntikan setiap hari. 

Tahap lanjutan adalah 5(HR)3E3. Lama pengobatan 5 bulan. Pengobatan diberikan 3 kali seminggu. Isoniazid dan rifampisin, diberikan dalam bentuk KDT dan etambutol diberikan secara lepas.

Pada paduan bentuk kombipak atau bentuk lepas yang masing-masing obat tidak dalam bentuk kombinasi, maka penulisan contoh 1 menjadi : 2HRZE/ 4H3R3 dan contoh 2 menjadi : 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3.



Tabel 3: Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan WHO (Treatment of Tuberculosis: Guideline for National Program, WHO, 2003).
Kategori Diagnosis TB
Pasien TB
Paduan OAT
Tahap awal
(harian atau 3 x seminggu)a
Tahap lanjutan
(harian atau 3 x seminggu) a
I
·   TB paru kasus baru
·   TB paru BTA negatif kasus baru dengan lesi luas
·   TB berat + HIV atau TB ekstraparu berat


2 HRZE b



4H3R3 atau
4 HR c
II
TB paru BTA positif dengan pengobatan terdahulu :
·   Kasus kambuh
·   Kasus putus berobat
·   Kasus gagal d


2 HRZES/ 1 HRZE


5 H3R3E3 atau 5 HRE

III
TB paru BTA negatif kasus baru (selain kategori 1)
TB ekstraparu ringan

2 HRZE e
4H3R3 atau
4 HR
atau 6 H3E3 atau 6 HE c
IV
Kasus kronik atau MDR (BTA masih positif setelah pengobatan ulang yang diawasi) f



Catatan:
a.     Pemakaian OAT harian pada tahap awal dan 3 x seminggu atau harian pada tahap lanjutan disesuaikan dengan kebijakan pada masing masing negara.
b.    Streptomisin dapat diberikan bersamaan dengan Etambutol. Pada Meningitis TB, Etambutol diganti dg Streptomisin.
c.     Bagi pasien yang gagal dan kambuh setelah pengobatan selama 6 bulan, disarankan melanjutkan pengobatannya dengan KDT sesuai yg direkomdasikan.
d.    Jika memungkinkan, dapat dilakukan uji kepekaan obat sebelum memulai pengobatan Kategori 2 terutama pada kasus gagal, bila hasilnya terbukti MDR TB disarankan pada pasien tersebut menggunakan pengobatan Katagori 4.
e.     Etambutol dapat diabaikan selama pengobatan tahap awal untuk pasien tanpa kavitas, pasien TB paru BTA negatif yang HIV negatif, pasien TB bukan pasien MDR, dan anak-anak dengan TB primer.
f.     Semua kontak dengan MDR TB dianjurkan untuk melakukan biakan dan uji kepekaan.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
  • Paduan pengobatan KDT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia:
o   Kategori 1            : 2(HRZE)/4(HR)3.
o   Kategori 2            : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
o   Kategori Anak*   : 2(HRZ)/4(HR)
Di samping ketiga kategori ini, ada paduan obat sisipan (HRZE).
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 4 atau 2 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
  • Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu blister harian, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini masih disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.  Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.

Catatan:
*Pada TB anak yang berat, misalnya TB milier, meningitis, spondilitis dan lainnya, ditambahkan Etambutol dan/atau Streptomisin pada tahap awal. Tahap lanjutan diteruskan sampai 9-12 bulan.

OAT KDT
OAT KDT adalah obat dalam bentuk kaplet dan tablet yang isinya terdiri dari kombinasi beberapa jenis obat dengan dosis tertentu.
Dibandingkan dengan bentuk obat yang tidak dikombinasi atau bentuk lepas, OAT KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
1.    Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2.    Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan risiko terjadi resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3.    Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

Jenis OAT KDT
Jenis-jenis OAT KDT untuk dewasa:
  • Kaplet 4KDT: kaplet yang mengandung 4 macam obat.
Setiap kaplet mengandung:
o   75 mg Isoniasid,
o   150 mg Rifampisin,
o   400 mg Pirazinamid dan
o   275 mg Etambutol.
Kaplet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap awal dan untuk sisipan.
Jumlah kaplet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan pasien.

  • Tablet 2KDT: tablet yang mengandung 2 macam obat.
Setiap tablet mengandung:
o   150 mg Isoniasid,
o   150 mg Rifampisin.
Tablet ini digunakan untuk pengobatan tahap lanjutan yang diberikan 3 kali seminggu (tidak sesuai untuk digunakan sebagai dosis harian). Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan pasien pada awal pengobatan.
Untuk pengobatan paduan OAT Kategori 2, dilengkapi dengan:
o   Tablet Etambutol 400 mg,
o   Streptomisin injeksi vial 1 g dan
o    Aquabidestilata.

C.   PADUAN OAT DAN PERUNTUKANNYA

  1. Kategori-1 KDT: 2(HRZE)/ 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk:
·        Pasien baru TB paru BTA Positif,
·        Pasien TB paru BTA negatif disertai foto toraks dengan gambaran proses spesifik dan
·        Pasien TB ekstraparu .

Tabel-4: Dosis Kategori 1 KDT
Berat Badan
Tahap Awal
setiap hari
(56 dosis)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
Selama 16 minggu (48 dosis)
30 – 37 kg
2 kaplet 4KDT
2 tablet 2KDT
38 – 54 kg
3 kaplet 4KDT
3 tablet 2KDT
55 – 70 kg
4 kaplet 4KDT
4 tablet 2KDT
≥ 71 kg
5 kaplet 4KDT
5 tablet 2KDT

  1. Kategori 2 KDT: 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
·        Pasien kambuh,
·        Pasien gagal dan
·        Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).

Tabel-5: Dosis Kategori 2 KDT
Berat Badan
Tahap Awal
setiap hari
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 20 minggu (60 dosis)
56 dosis
28 dosis
30–37 kg
2 kaplet 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj.
2 kaplet 4KDT
2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38–54 kg
3 kaplet 4KDT
+  750 mg Streptomisin inj.
3 kaplet 4KDT
3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55–70 kg
4 kaplet 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj.
4 kaplet 4KDT
4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
≥ 71 kg
5 kaplet 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj.
5 kaplet 4KDT
5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol


Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg)

  1. OAT Sisipan KDT (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap awal kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Tabel-6: Dosis Sisipan KDT
Berat Badan
Pemberian setiap hari selama 28 hari (28 dosis)
30 – 37 kg
2 kaplet 4KDT
38 – 54 kg
3 kaplet 4KDT
55 – 70 kg
4 kaplet 4KDT
≥ 71 kg
5 kaplet 4KDT

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan Amikasin (misalnya Kanamisin) dan golongan fluorokinolon tidak dianjurkan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Di samping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.

  1. Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal  3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap awal maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel-7: Dosis Anak Kombipak
Jenis Obat
BB
< 10 kg
BB
10 - 19 kg
BB
20 - 33 kg
Isoniasid
50 mg
100 mg
200 mg
Rifampicin
75 mg
150 mg
300 mg
Pirasinamid
150 mg
300 mg
600 mg

Tabel-8: Dosis Anak KDT
Berat Badan (kg)
2 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150 mg)
4 bulan tiap hari
RH (75/50 mg)
5-9
1 tablet
1 tablet
10-14
2 tablet
2 tablet
15-19
3 tablet
3 tablet
20-32
4 tablet
4 tablet


Catatan
·         Bila BB >33 kg, dosis disesuaikan dengan Tabel-2 di atas (perhatikan dosis maksimal).
·         Bila BB <5 kg, tidak menggunakan OAT KDT Anak, tetapi menggunakan obat lepas dengan dosis dihitung berdasarkan BB.
·         OAT Anak KDT tidak boleh diberikan setengah dosis tablet.
·         Perhitungan pemberian tablet di atas sudah memperhatikan kesesuaian dosis per kg BB.


ALUR TATALAKSANA PASIEN TB ANAK



 




Beri OAT 2 bulan terapi,
dievaluasi
 
 




 




                                                 







 
Terapi TB diteruskan sambil mencari penyebabnya

 
Untuk RS fasilitas terbatas, rujuk ke RS dengan fasilitas lebih lengkap
 
                                  
Terapi TB diteruskan
sampai 6 bulan
 
                                           
                                                                       




Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, maka pengobatan dihentikan.

Paduan therapi berbagai jenis TB Anak.
Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik dalam arti dapat mengenai hampir semua sistem organ. Pada beberapa batuk klinis penyakit TB diperlukan paduan obat yang lebih banyak dan durasi pemberian yang lebih lama. Bahkan beberapa diantaranya memerlukan pemberian steroid yaitu Prednison dengan dosis 1-2 mg/kg.BB/hari, selama 4-8 minggu. Tabel berikut mencantumkan variasi paduan obat dan durasi therapi.



Tabel 8. Paduan therapi berbagai jenis TB Anak
JENIS TB
PADUAN OBAT
DURASI THERAPI
STEROID PREDNISON
DURASI STEROID (DOSIS PENUH)
TB Anak—Umum
2RHZ/4RH
6 Bln
-
-
TB Kelenjar Limpe
2RHZ/4RH
6 Bln
-
-
TB Kulit
2RHZ/4RH
6 Bln
-
-
Efusi Pleura
2RHZ/4RH
6 Bln
1-2 mg/kk.BB/hari
2 minggu
TB Milier
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg.BB/hari
2 minggu
Meningitis TB
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg.BB/hari
4 minggu
Perikarditis TB
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg.BB/hari
4 minggu
TB Abdomen
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
1-2 mg/kk.BB/hari
4 minggu
TB Tulang
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
-
-
TB Hepar
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
-
-
TB Ginjal
2RHZE(S)/10RH
12 Bln
-
-
Catatan :
·        Terapi fase awal diberikan selama 12 bulan, kemudian pada fase lanjutan diberikan Isoniazid dan rifampisin sampai 6/12 bulan sesuai durasi terapi.
·        Steroid diberikan dalam dosis penuh dalam 2-4 minggu, kemudian dosis diturunkan bertahap (tappering off) dalam waktu yang sama.
·        TB Abdomen yang perlu diberi steroid adalah yang tipe asitik yaitu yang disertai Asites.


D.   PENGOBATAN PENCEGAHAN UNTUK ANAK (Kemoprofilaksis)

Sekitar 50-60% balita yang tinggal serumah dengan pasien TB Paru BTA positif, akan terinfeksi TB. Kira-kira 10% dari yang terinfeksi tersebut akan sakit TB. Infeksi TB pada balita berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah sakit TB.


Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan pasien TB BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan:
  • Bila anak mempunyai gejala-gejala seperti TB harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan alur deteksi dini TB anak.
  • Bila anak balita tidak mempunyai gejala-gejala seperti TB (sehat), dan balita tersebut mendapat nilai <5 pada sistem pembobotan, harus diberikan pengobatan pencegahan dengan Isoniasid (INH) dengan dosis 5-10 mg per kg berat badan per hari selama 6 bulan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberi BCG setelah pengobatan pencegahan dengan INH selesai.



. Monitoring dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program.

Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera.

Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, misalnya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan kegiatan berikutnya.

Seluruh kegiatan tersebut harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), pelaksanaan (proses), maupun luaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar.


A.   PENCATATAN DAN PELAPORAN

Salah satu komponen penting dari surveilans yaitu  pencatatan dan pelaporan dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan.
Data yang dikumpulkan pada kegiatan surveilans harus valid (akurat, lengkap dan  tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis.
Data Program Nasional Penanggulangan TB dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku.
UPK (puskesmas, rumah sakit, BP4/BBKPM/ BKPM, klinik, DPS, dan lain-lain) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir :
·         Daftar tersangka (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).
·         Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05).
·         Register laboratorium TB (Formulir TB.04)
·         Kartu pengobatan pasien TB (TB.01)
·         Kartu identitas pasien (TB.02)
·         Register TB.03 UPK
·         Formulir rujukan/ pindah pasien TB (TB.09)
·         Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).

B.   ANALISA DATA

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti:
1.    Sahih (valid);
2.    Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific);
3.    Dapat dipercaya (realiable);
4.    Dapat diukur (measureable);
5.    Dapat dicapai (achievable).

Untuk tiap tingkat administrasi memiliki indikator sebagai berikut:

Tabel-1. Indikator Kegiatan Penanggulangan TB yang Dapat Digunakan di RS
No
Indikator
Sumber Data
Periode


1
2
3
4

1
Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya

TB-06

Triwulan

2
Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara seluruh pasien TB Paru
TB-01
TB-03
TB-07
Triwulan

3
Proporsi pasien TB Anak di antara seluruh pasien TB
TB-01
TB-03
TB-07
Triwulan

4
Angka Konversi (Convertion Rate)
TB-01
TB-03
TB-11
Triwulan

5
Anga Putus Berobat (Default Rate)
TB-01
TB-03

Triwulan

6
Angka Keberhasilan Rujukan
(Success Referral Rate)
TB-01
Buku bantu rujukan
Triwulan

7
Angka Kesembuhan (Cure Rate)
TB-01
TB-03
TB-08
9-12 bulan

8
Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate)
TB-12
Triwulan





1.    Cara menghitung dan analisa indikator
a.    Proporsi pasien BTA positif diantara suspek.
Adalah persentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya.

Angka ini menggambarkan mutu proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek.

Rumus:


Jumlah pasien BTA positif (Baru + Kambuh) yang ditemukan
x 100%
           
Jumlah seluruh suspek yang diperiksa


Angka ini sekitar 5 - 15%.
Bila angka ini terlalu kecil (<5 %) kemungkinan disebabkan :
·         Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau
·         Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu tinggi).
Bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan:
·         Penjaringan terlalu ketat, atau
·         Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu tinggi).

b.    Proporsi pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat.
Adalah persentase pasien TB paru BTA positif di antara semua pasien TB paru tercatat.

Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien TB paru yang diobati.
Rumus:


Jumlah pasien TB BTA positif (Baru + Kambuh)

x 100%
           
Jumlah pasien TB paru



Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti kualitas diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA positif).

c.    Proporsi pasien TB Anak di antara seluruh pasien.
Adalah jumlah pasien TB anak yang ditemukan diantara semua pasienTB.

 

Angka ini menggambarkan diagnosis TB anak di suatu wilayah.

Rumus:               


Jumlah pasien TB Anak yang ditemukan

x 100%
           
Jumlah seluruh pasien TB


Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 10-15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.

d.    Angka Konversi (Convertion Rate)
Angka konversi adalah persentase pasien TB paru BTA positif yang mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan tahap awal.

Angka konversi dihitung tersendiri untuk tiap klasifikasi dan tipe pasien, BTA postif baru dengan pengobatan kategori 1, atau BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat kecenderungan keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar.

Rumus:


Jumlah pasien baru TB BTA positif yg konversi

x 100%
           
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati



Contoh perhitungan untuk pasien baru BTA positif :
Di RS, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa di antaranya yang hasil pemeriksaan dahak negatif, setelah pengobatan pada tahap awal (2 bulan).

Angka yang harus dicapai adalah minimal 80%. Angka konversi yang tinggi akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula.
Selain dihitung angka konversi pasien baru TB paru BTA positif, perlu dihitung juga angka konversi untuk pasien TB paru BTA positif yang mendapat pengobatan dengan kategori 2.

e.    Angka Putus Berobat (Default Rate)
Angka putus berobat adalah persentase pasien TB yang putus berobat diantara seluruh pasien TB yang diobati dalam kurun waktu tertentu.

Angka ini dihitung untuk mengetahui keteraturan pengobatan pasien TB.
Rumus:


Jumlah pasien TB yg Default dalam satu triwulan

x 100%
           
Jumlah pasien TB diobati dalam satu triwulan yg sama



Angka ini sebaiknya <5%. Bila angka ini ≥5% memberikan pengertian bahwa jejaring internal dan eksternal belum berjalan dengan baik dan perlu segera dilakukan tindakan korektif.

Seharusnya semua pasien TB yang datang maupun pergi dari dan ke rumah sakit tercatat di unit DOTS.

f.     Angka Keberhasilan Rujukan (Success Referral Rate)
Angka keberhasilan rujukan adalah persentase pasien TB yang dirujuk dan sampai di RS/UPK rujukan diantara seluruh pasien TB yang dirujuk.

Angka ini dihitung untuk mengetahui keberhasilan rujukan.
Rumus:


Jumlah pasien TB dirujuk yg sampai ditempat rujukan dalam satu triwulan

x 100%
           
Jumlah pasien TB dirujuk dalam satu triwulan yg sama



Angka ini sebaiknya minimal 80%. Bila kurang, berarti jejaring eksternal belum berfungsi secara optimal.

g.    Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien TB BTA positif yang tercatat.

Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk pasien baru BTA positif yang mendapat pengobatan kategori 1 atau pasien BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2. Angka ini dihitung untuk mengetahui keberhasilan program dan masalah potensial.

Contoh perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori 1.
Rumus:


Jumlah pasien baru TB BTA positif yang sembuh

x 100%
           
Jumlah pasien baru TB BTA positif yang diobati



Di RS/UPK, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu pasien baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9-12 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh, setelah selesai pengobatan.

Angka yang harus dicapai adalah minimal 85%. Angka kesembuhan digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan.

Bila angka kesembuhan lebih rendah dari 85%, maka harus ada informasi dari hasil pengobatan lainnya, yaitu berapa pasien yang digolongkan sebagai pengobatan lengkap, default (drop-out atau lalai), gagal, meninggal, dan pindah keluar.

Selain dihitung angka kesembuhan pasien baru TB paru BTA positif (kategori 1), perlu dihitung juga angka kesembuhan untuk pasien TB paru BTA positif yang mendapat pengobatan ulang dengan kategori 2.

h.    Angka Kesalahan Baca (Error Rate)
Error rate atau angka kesalahan baca adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan persentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah diuji silang (cross check) oleh Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) atau laboratorium rujukan lain.

Angka ini menggambarkan kualitas pembacaan slide secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa pertama.
Rumus:


Jumlah sediaan yang dibaca salah

x 100%
           
Jumlah seluruh sediaan yang di cross chek



Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal sebesar 5%.
Apabila error rate ≤ 5 % dan positif palsu serta negative palsu keduanya ≤ 5% berarti mutu pemeriksaan baik.
Error rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di uji silang relatif sedikit. Pada dasarnya error rate dihitung pada masing-masing laboratorium pemeriksa, dilakukan oleh wasor dinkes tingkat kabupaten/ kota.

Kabupaten/kota harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksa yang ada diwilayahnya, kabupaten/kota juga menghitung  jumlah RS/UPK yang melakukan uji silang, di samping itu menghitung/menganalisa error rate per PRM/PPM/RS/ BBKPM/BKPM/BP4/DPS/klinik, supaya dapat mengetahui kualitas pemeriksaan slide dahak secara mikroskopis langsung.


ALUR DIAGNOSE TB ANAK :
 
Diagnosis TB anak sulit dilakukan karena gejalanya tidak khas, untuk itu perlu pemeriksaan yang sangat seksama. Jika diagnosis TB pada anak ditegakkan dengan mudah, mungkin terjadi overdiagnosis. Namun demikian bisa juga terjadi underdiagnosis (terlewatkan).
Dahak pada anak biasanya sulit diperoleh karena sering ditelan, tetapi pada anak yang bisa mengeluarkan dahak, dilakukan pemeriksaan mikroskopis dahak.
Usapan laring dan bilasan lambung kurang memberikan hasil BTA positif pada pemeriksaan mikroskopis langsung kecuali bila dibiakkan. Secara praktis konfirmasi bakteriologis tidak selalu diperlukan. Karena itu diagnosis TB paru pada anak hampir selalu ditegakkan secara presumtif berdasarkan gejala-gejala dan atau tanda-tanda klinis.

GEJALA

Gejala dan tanda TB pada anak sangat bervariasi.

-          Nafsu makan tidak ada (anoreksia);

-          Masalah BB:

·         BB turun tanpa sebab yang jelas,

·         BB tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi yang adekuat (gagal tumbuh) dan

·         BB naik tapi tidak sesuai dengan grafik tumbuh.

-          Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas; dapat disertai keringat malam dengan demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris);

-          Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang biasanya multipel, saling melekat dan tidak nyeri tekan;

-          Batuk lama ≥3 minggu dan sebab lain telah disingkirkan;

-          Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.

Catatan:

Penilaian status gizi pada anak yang terbaik adalah dengan melihat angka berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB), pada lampiran 2.

DIAGNOSIS
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistim skoring (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Sistim tersebut secara resmi digunakan oleh program untuk diagnosis TB pada anak, pada Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan fasilitas terbatas.
Sistim skoring dapat dilihat pada lampiran 1.

Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistim skoring hanya digunakan sebagai sarana penjaringan awal (entry point), namun jangan digunakan sebagai sarana diagnosis akhir (end point). Diagnosis dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti:
·         Pemeriksaan mikrobiologi (BTA, PCR dan kultur M. Tuberculosis) dengan spesimen bilas lambung; pungsi pleura, pungsi lumbal, pungsi asites,
·         Patologi anatomik: sitologik dan histopatologik (kelenjar getah bening atau jaringan lain),
·         Pencitraan: USG, Radiologik dan CT scan, termasuk foto tulang dan sendi,
·         Funduskopi, bronkoskopi.


Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1. Tanda bahaya:
§  kejang, kaku kuduk
§  penurunan kesadaran
§  kegawatan lain, misalnya sesak napas
2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, cavitas, efusi pleura
3. Gibbus, koksitis

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila  skor <6 tetapi secara klinis dicurigai TB maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti diuraikan di atas.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar