Rabu, 20 November 2013

Seminar dan SKPA IAI Papua Barat 7-9 November 2013



brosur SKPA
Sebenarnya tulisan ini agak telat. Kegiatan ini sudah berlangsung seminggu yang lalu, dan saya baru berkesempatan mempublikasikannya. Minggu – minggu ini saya memang melalui hari-hari yang cukup sibuk. Kami begitu sibuk mempersiapkan acara SKPA dan seminar ini bersama para panitia yang lain. Meskipun awalnya kami sempat pesimis dengan waktu persiapan yang cukup kurang, namun syukurlah akhirnya semua berlalu dengan tak kurang sesuatu apapun.

Sebelumnya akan saya jelaskan, SKPA atau Sertifikasi Kompetensi Profesi Apoteker adalah sebuah kegiatan yang harus diikuti oleh setiap apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian. Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi, dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung setelah melakukan registrasi. Sertifikat kompetensi profesi berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap 5 (lima) tahun melalui uji kompetensi profesi apabila Apoteker tetap akan menjalankan Pekerjaan Kefarmasian. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan kefarmasian.

Sertifikat kompetensi yang akan didapatkan setelah melalui ujian kompetensi akan menjadi salah satu syarat dalam memperoleh STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker) di samping beberapa syarat lainnya.
Saya sendiri sudah pernah mengikuti ujian kompetensi sebelumnya di tahun 2008 di Jayapura. Waktu itu namanya adalah PUKA (Penataran dan Ujian Kompetensi Apoteker). Karena telah 5 tahun berlalu, jelas dikatakan bahwa sertifikat kompetensi saya telah mati alias tidak berlaku lagi, jadi harus diperpanjang lagi.  Dan jadilah saya beserta beberapa teman lain menghitung-hitung jumlah apoteker di kota kami dan ternyata sebagian besar memang telah mati sertifikatnya. Karena itu kami menncoba mengusulkan ujian sertifikasi di provensi kami ke IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) Pusat meskipun Pengurus Daerah kami belumlah dilantik. Mulailah kami bahu-membahu bekerja mempersiapkan acara tersebut. Untungnya sebagian apoteker muda yang baru lulus dan belum perlu memperpanjang sertifikatnya mau membantu menjadi panitia. Makasih adik-adikku.. :)

Setelah bersibuk-sibuk ria mencari dana, menghubungi hotel, menghubungi pihak assessor yang kami minta dari Universitas Hasanuddin Makassar, menghubungi IAI Pusat, menyebar-nyebarkan brosur dan info SKPA, mencari kapal, mempersiapkan ATK, penari dan bahkan latihan Paduan Suara, tiba jugalah waktu-waktu yang dinantikan itu.
Dari perkiraan pertama 150 peserta, ternyata hanya 86 orang yang mendaftar dari seluruh daerah Papua Barat, itupun sudah ditambah 1 orang dari Ambon, 2 dari Manado, dan 2 dari Nabire. Jelas saja kami sangat khawatir akan kekurangan dana. Namun ternyata kami tak kurang akal, dengan mengikutkan acara seminar dalam rangkaian ujian tersebut untuk kegiatan hari pertama. Dan ternyata peserta seminar cukup membludak sehingga bertambahlah pundi-pundi kas panitia. Kamipun bisa bernafas lega. 

Tiba di acara pembukaan tanggal 7 November 2013, kami sempat harap-harap cemas lagi. Kami yang hanya beberapa orang merasa tak berlatih dengan baik untuk lagu Hymne IAI yang harus dinyanyikan di pembukaan acara. Mengapa kami cemas? Tak lain dan tak bukan karena pembicara yang hadir adalah istri dari sang pencipta lagu. Tentunya kami tak ingin membawakan lagu ciptaan suaminya dengan buruk. Tapi untunglah dengan bakat dan kemampuan terpendam kami *qiqiqiq.. akhirnya Prof. Elly Wahyuddin memberikan apresiasi atas Paduan Suara amatiran ini. :D
Selain lagu Hymne IAI, tentunya tak lupa pula kami nyanyikam lagu Indonesia Raya dan Tanah Papua. Ketiga lagu yang tentu saja selalu membuat kami merinding dan bangga menyanyikannya.
Setelah dibuka secara resmi oleh Wakil dari IAI pusat dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Sorong yang mewakili Walikota Sorong maka dimulailah acara di hari pertama itu.
Materi pertama diberikan oleh Prof. Elly Wahyuddin dan ternyata tak samapai sejam beliau harus berhenti karena mengejar pesawat untuk berangkat ke Batam. Materi kemudian dilanjutkan oleh Ibu Prof. Maryanti Manggau  dan sebuah materi lagi dari dr. Syafruddin.
Setelah itu kami kemudian diberikan penjelasan oleh tim assesor dari IAI Pusat mengenai metode ujian yang akan berlangsung keesokan harinya.
Dan kembali mulailah perasaan gugup dan cemas mendera. Sebelum pulang, kami diberi tugas merangkum materi yang tadi diberikan untuk ditulis dalam “buku hijau”. Katanya batas nilai untuk lulus ujian adalah 60. Nilai 40-60 akan mendapatkan pendampingan, dan di bawah 40 berarti tidak lulus. Sementara itu jika nilai mendekati 60 alias 59 bisa saja lulus dengan bantuan dari si “buku hijau” jika buku tersebut dikerjakan dengan baik.
Pulang ke rumah sudah pukul 7 malam, dan ternyata masih harus sibuk berhadapan dengan pasien-pasien semakin membuat perut saya sakit karena merasa tak punya banyak waktu belajar (bayangkanlah perasaan seseorang yang akan menghadapi ujian, benar-benar tegang) mpppphhh…
Setelah dokter praktek dan pasien pulang, serta apotek tutup di jam 10 malam, ternyata saya ingat bahwa saya harus membuat kue untuk bekal hari Sabtu akan ke raja Ampat. Kami memang menawarkan wisata ke raja Ampat sebagai bonus SKPA. Aarrghhhh… kecemasan saya semakin menjadi-jadi.
Sambil membuat kue, saya menyelesaikan buku hijau  dan ternyata itu sangat membantu karena sambil menulis, saya juga bisa sambil belajar.  Dua buah cake peta (resep dari Mak Diah Didi) selesai pukul 00.30 malam bersamaan dengan selesainya buku hijau saya.  Saya masih begadang sebentar hingga pukul 2 dinihari untuk mendalami materi yang sekiranya akan diujiankan besok pagi.
Pagi-pagi benar saya bangun, masih menyempatkan diri belajar dan pukul 6.30 saya bersama teman meluncur ke hotel yang jaraknya sekitar 45 menit dari rumah saya. Sesampainya di sana sudah banyak teman-teman lain menunggu, dan sebagian telah pula mendaftar untuk mendapatkan nomor urutan masuk ujian. Betapa menegangkannya, menyaksikan hampir semua apoteker-apoteker berkomat-kamit mulutnya menghadapi lembaran-lembaran kertas. Karena masih menunggu seorang teman, saya belum berani juga mendaftar untuk mendapat nomor urut awal, dengan pikiran bahwa semakin lama saya masuk maka masih ada banyak waktu untuk belajar.
Karena sang teman yang ditunggu masih belum datang juga, sayapun nekat mendaftar saja dan mendapat nomor urut 57. Hmm. Semoga menjadi nomor keberuntungan. *ketjup angka 57.
Dalam ruangan ujian, meja telah diatur  seperti berikut ini.


Jadi setiap orang akan berpindah meja setiap 10 menit saat lonceng berbunyi.
Meja I merupakan soal wawasan (penguasaan materi) dalam bentuk pilihan ganda,
Meja II adalah screening resep, yang mana kita di berikan sebuah resep dokter dan kita harus jeli memperhatikan apa yang aneh dari resep tersebut.
Meja III adalah Compunding dan dispensing, yakni kita menyiapkan obat dari sebuah resep, memberi etiket dan juga membuat copy resep (makanan sehari-hari mah ini, tapi kalo gak teliti bisa terjebak)
Meja IV adalah membuat PMR alias Patient medical record.  Dan ternyata juga ada sebuah pertanyaan menjebak dalam sebuah studi kasus.
Meja V  adalah KIE (Komunikasi,Informasi, Edukasi) dan PIO (Pelayanan Informasi Obat). Di sini kita dihadapkan pada seseorang yang bertindak sebagi pasien dan kita sebagai apoteker akan memberikan KIE tersebut, namun yang membuat nyali ciut adalah di samping kita duduk pula si assessor (penguji) untuk memberi nilai. Uuhh… perut saya makin melilit gemetaran.

Ketika tiba giliran saya untuk maju, rasanya waktu 10 menit itu begitu cepat berlalu. Saya dengan cepat berpindah dari satu meja ke meja berikutnya mengerjakan setiap soal-soal ujian. Begitu mendekati meja akhir, saya semakin deg-degan. Tapi untunglah yang menjadi pasien pura-pura saya sudah saya kenal. Maka ketika menghadapi meja tersebut sayapun segera mengeluarkan kemampuan berakting yang mungkin saja bisa dilirik sutradara sinetron.. hihihi… Sempat saya dibuat stress begitu melihat resep dokter yang ternyata sengaja di buat salah untuk mengecoh. Yaah, lagi-lagi memang dibutuhkan ketelitian meskipun dalam suasana tegang hal-hal kacil sering terabaikan.  Untunglah saya bisa melalui semua itu. :)
Sehabis ujian, tim assessor di bantu oleh beberapa adik apoteker yang tak ikut ujian mulai menghitung dan mengumpulkan nilai. Kami akhirnya memiliki waktu untuk melepaskan stress dengan berjalan-jalan ke mall yang letaknya persis di sebelah hotel (jangan membayangkan mall-mall mewah seperti yang ada di ibukota, mall kami hanyalah sebuah mall kecil, yang seorang anak kecilpun tak akan tersesat di dalamnya). Sepasang sepatu dan selembar celana jeanspun meloncat ke dalam tasku. Hihihi… sepertinya ini pelampiasan. Tapi tenang saja, saya selalu mencari barang-barang diskon. :)
Kembali ke hotel, ternyata kami di sambut lagi dengan suasana harap-harap cemas. Sebenarnya kami sempat membahas soal-soal ujian di luar, dan beberapa teman ada yang merasa khawatir karena ternyata mereka salah waktu menjawab. Saya mencoba menghibur bahwa tak usah takut, yakin saja pasti lulus. Tepat pukul 2 siang, mereka mulai memanggil nomor-nomor yang nilainya tak mencapai 60. Panggilannya seperti ini :
06… silakan masuk
13.. silakan masuk..
Begitu seterusnya, hingga di nomor 50an yang merupakan nomor saya.
51 silakan masuk.. (hati saya mulai dag dig dug tak karuan…)
56 silakan masuk  (huaaa…. Semakin mengerikan…)
59 silakan masuk (huaahhhhhh…………. Leganyaaaa….)
…. Dst

Meski ada beberapa teman saya yang masuk ke dalam untuk mendapat pendampingan, namun saya bersyukur tidak ikutan masuk. Bukannya saya senang ada yang masuk, aduh.. kok saya jadi merasa serba salah gini.
Ah, lupakanlah itu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, karena kami langsung pulang,  mengingat saya masih harus membuat sebuah cake lagi, dan kami masih harus kembali sore harinya ke hotel untuk acara pelantikan Pengurus Daerah IAI Papua Barat.

Pengurus Daerah Papua Barat memang sudah terbentuk lewat Konferda sekitar 2 bulan sebelumnya. Dan mumpung ada orang dari pusat datang, maka dirangkaikanlah kegiatan SKPA ini bersama dengan kegiatan pelantikan. Para pengurus daerah dilantik oleh Sekjen IAI Bapak Nurul…
Setelah melewati acara pelantikan, kami sempat menari bersama sanggar seni Sinifagu. Dan terakhir kamipun dibagikan sertifikat beserta transkrip nilai yang sudah ditunggu-tunggu setelah sebelumnya diberikan bingkisan pada peserta yang mendapatkan nilai tertinggi yakni teman saya dari Nabire, Rudy Tanumiharja (pria berkacamata ini memang selalu juara dari kuliah dulu, kebetulan dia setingkat di bawah saya waktu kuliah).  Aarggh…leganya, sertifikat sudah di tangan, dan kamipun pulang untuk bersiap-siap menuju ke Raja Ampat keesokan harinya.

…. *bersambung

Berikut sebagian gambar suasana SKPA dan pelantikan...
panitia bersama Prof. Elly

panitia mempersiapkan acara pembukaan



semangat para panitia

sibuk belajar untuk ujian
ujian KIE

suasana ujian

saya itu lagi serius :))

ujian KIE

gak ada yang bisa nyontek kan?

masih serius



adik-adik yang sedang mencatak  sertifikat
sebagian peserta ujian

pelantikan pengurus daerah
menari bersama




tarian Sanggar Sinifagu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar