Sabtu, 17 Mei 2014

Atasi TB Resisten Obat dengan Strategi yang Tepat



Tanggal 14 April yang lalu, kota kecil kami ini dikunjungi oleh Menteri Kesehatan RI, Ibu dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH. Meski saya tidak ikut menyaksikan kedatangan beliau, sekilas lewat cerita seorang teman yang berkesempatan menyaksikannya, mengatakan bahwa kedatangan beliau salah satunya adalah dalam rangka menyerahkan sebuah alat yang bernama GeneXpert kepada pihak RSUD Kabupaten Sorong. Alat ini merupakan bantuan dari Global Fund ATM.


sumber



Foto Dok. Suroso

Karena baru pertama kali mendengar tentang alat ini, saya jadi bertanya-tanya, apa sih fungsi dari alat tersebut. Ternyata GeneXpert adalah sebuah alat tes diagnostik cepat bagi penyakit Tuberculosis. Alat ini sangat modern dan jauh lebih akurat dibandingkan dengan metode konvensional selama ini yang memeriksa sputum/ dahak melalui mikroskop, karena kemampuannya untuk langsung meneliti dan mengurai DNA bakteri. Selain itu pula, dengan alat ini akan langsung mampu mendeteksi bakteri Tuberkulosis yang resisten terhadap Rifampicin.

Alat GeneXpert yang diterima RSUD Kab. Sorong
Foto dok. Sarlotha
Selama ini dengan terjadinya resistensi terhadap obat TB, maka berbagai ilmuwan mencoba mencari berbagai cara untuk mempersingkat waktu pemeriksaan dahak pasien untuk mengetahui apakah pasien tersebut termasuk dalam TB-MDR. Secara konvensional, pada awalnya dilakukan pengembangbiakan terhadap bakteri tersebut, diberi makanan, dijaga suhu dan kelembapannya, intinya bakteri tersebut ditumbuhkan, dan prosesnya memakan waktu sekitar 2 bulan. Itupun belum tentu bakterinya hidup, jika hidup barulah dilakukan uji resistensi obat terhadap Rifampicin. Nah, bisa dibayangkan betapa lamanya seorang pasien harus menunggu untuk mengetahui apakah bakteri TBnya kebal terhadap obat Anti Tuberkulosis. Namun ternyata dengan adanya alat GeneXpert ini dengan mudah mempersingkat waktu tersebut hingga hanya kurang lebih 2 jam saja. Berdasarkan hasil pemeriksaan lewat GeneXpert ini maka dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.         Pada hasil pemeriksaan bila ditemukan Bakteri Tuberkulosis dan terjadi resistensi Rifampisin, maka akan dilakukan pengobatan TB-MDR
2.         Pada hasil pemeriksaan bila ditemukan Bakteri Tuberkulosis tapi tidak terjadi resistensi Rifampisin, maka pasien masih bisa diobati dengan pengobatan kategori 1 dan 2
3.          Pada hasil pemeriksaan bila Tidak ditemukan Bakteri Tuberkulosis, maka tidak perlu dilakukan pengobatan TB.
Eh, tapi ngomong-ngomong tentang TB-MDR ataupun TB resisten obat, seperti apa sih maksudnya?

Sebuah contoh kasus, teman kerja saya Suroso, seorang petugas TB di Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong menceritakan tentang seorang pasien yang berobat di salah satu Puskesmas wilayah kami. Pasien tersebut sudah diperiksa BTA+, dan kemudian menjalani pengobatan OAT Kategori I selama 6 bulan. Setelah tuntas berobat dilakukan lagi pemeriksaan dahak dan ternyata beliau masih BTA+. Maka diulangi lagi pengobatannya dengan OAT Kategori II. Namun setelah 8 bulan kemudian diperiksa lagi dahaknya ternyata masih juga BTA+. Kondisi pasien sendiri kadang menjadi lemah, kadang pula berangsur baik. Dari pihak Puskesmas disarankan untuk rujuk ke Makassar agar dapat diuji kultur. Sayangnya karena tidak ada biaya, pasien tersebut tidak dapat pergi dan akhirnya meninggal.

Dalam kasus tersebut disimpulkan bahwa pasien tersebut mengalami TB yang sudah resisten terhadap obat TB. TB resisten OAT adalah TB yang disebabkan oleh kuman TB yang telah resisten terhadap sekurang-kurangnya 2 jenis OAT lini pertama yaitu INH dan Rifampicin. Penatalaksanaan TB resisten OAT ini lebih sulit dan membutuhkan masa pengobatan yang lebih lama.
Munculnya kekebalan terhadap obat dalam pengobatan TB merupakan masalah yang cukup besar. Kekebalan terhadap obat ini berkaitan erat dengan pengobatan sebelumnya, pada pasien yang pernah diobati, kemungkinan kekebalannya adalah 4 kali.

Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah pengobatan yang tidak memadai dalam hal ini kemungkinan besar karena faktor manusia di mana penatalaksanaan pasien TB yang kurang tepat misalnya :

1. Petugas kesehatan, meliputi :
-          Diagnosa tidak tepat
-          Paduan, dosis, jenis, jumlah obat dan jangka waktu pengobatan yang tidak tepat
-          Komunikasi, informasi, dan edukasi yang diberikan pada pasien kurang jelas
2.       Pasien dan keluarga yakni :
-          Tidak mematuhi anjuran dari petugas kesehatan
-          Tidak teratur dalam mengkonsumsi obat
-          Menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktu yang telah ditentukan
-          Adanya gangguan dalam penyerapan obat
3.       Program pengendalian TB itu sendiri :
-          Persediaan OAT yang kurang
-          OAT yang disediakan kualitasnya rendah
Ada lima jenis kategori untuk resistensi terhadap Obat TB :
1.       Monoresisten : Resistensi terhadap salah satu OAT, misalnya hanya terhadap INH saja atau terhadap Rifampicin saja, dan lain sebagainya.
2.       Polyresisten       : Resistensi terhadap lebih dari satu OAT
3.       Multi Drug Resisten (MDR) : Resistensi terhadap sekurang-kurangnya INH dan Rifampicin, secara bersamaan juga dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain.
4.       Extensif Drug Resisten (XDR),terdiri dari :
TB MDR disertai resistensi  terhadap salah satu obat golongan florokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua.
5.       Total Drug Resisten (Total DR) : Resistensi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini kedua)

Ada beberapa hal yang menjadi kriteria bagi pasien untuk menjadi suspek TB resisten OAT, diantaranya yakni kasus TB yang sudah kronik, gagal pengobatan kategori 2, pasien dengan riwayat OAT baik lini pertama maupun lini kedua, gagal pengobatan kategori 1, pasien dengan pemeriksaan BTA + setelah pengobatan sisipan, pasien kambuh, pasien pengobatan ulang setelahlalai pengobatan (default), pasien TB dan petugas yang kontak erat dengan pasien TB reisten OAT, dan pasien koinfeksi TB_HIV.

Seperti disebutkan di atas, TB – MDR ini terjadi karena bakteri TB yakni Mycobacterium Tuberculosis resisten terhadap Isoniazid (INH) dan Rifampicin dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi secara spontan dan berdiri sendiri menghasilkan resistensi OAT.

Kemungkinan seorang pasien mengalami resisten obat TB dapat didiagnosa dengan cepat dengan mempertimbangkan beberapa kriteria di atas. Dan tentu saja cara cepat mengetahuinya adalah dengan menggunakan alat GeneXpert itu di atas.  Penting sekali untuk mengetahui pasien mengalami TB-MDR atau tidak karena seperti contoh kasus di atas, jika telah diketahui secara pasti, tentu dapat diambil langkah-langkah terapi yang lebih efektif untuk mencapai keberhasilan terapi itu sendiri. Selain itu resistensi obat TB juga dapat menular melalui udara dari penderita kepada bukan penderita.



Strategi Pengobatan Pasien TB-MDR
Sebelum pengobatan dimulai, harus dipastikan bahwa diagnosis awal telah ditegakkan sebagai pasien TB-MDR. Setelah itu dilakukan persiapan awal meliputi pemeriksaan penunjang yang berfungsi untuk mengetahui data awal berbagai fungsi organ. Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan fisik, kejiwaan, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan dahak, darah, tes kehamilan dan lain-lain. Dan dipersiapkan juga seorang PMO (Pengawas Minum Obat) yang berasal dari petugas kesehatan yang sudah terlatih.

Pengobatan pasien TB MDR menggunakan paduan OAT yang terdiri dari OAT lini pertama dan lini kedua, yang di bagi atas 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu :
Golongan 1 ; Obat Lini Pertama
·         Isoniazid
·         Rifampiicin
·         Ethambutol
·         Pirazinamid
·         Streptomicin
Golongan 2 ; Obat suntik lini kedua
·         Kanamisin
·         Amikasin
·         Kapreomisin
Golongan 3 ; Golongan Florokuinolone
·         Levofloksasin
·         Moksifloksasin
·         Ofloksasin
Golongan 4 ; Obat bakteriostatik lini kedua
·         Etionamid
·         Protionamid
·         Sikloserin
·         Terizidon
·         Paraaminosalisilat
Golongan 5 ; Obat yang belum terbukti efikasinya dan belum direkomendasikan oleh WHO
·         Clofazimin
·         Linezolid
·         Amoksisilin/ Asam Kalvulanat
·         Clarithromisin
·         Imipenem

Untuk saat ini pilihan paduan OAT TB MDR adalah paduan terstandar, yang pada permulaan permulaan pengobatan akan diberikan sama kepada pasien TB MDR. Adapaun paduan obat yang diberikan tersebut adalah :
Km – Eto – Lfx – Cs – Z-(E) / Eto – Lfx – Cs – Z-(E)
Kanamisin – Etionamid – Levofloksazin – Sikloserin – Pirazinamid – (Ethambutol) / Etionamid – Levofloksazin – Sikloserin - Pirazinamid – (Ethambutol)

Pemberian obat ini diberikan dalam dua tahap yakni tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling sedikit 6 bulan. Tahap lanjutan adalah pemberian OAT tanpa suntuikan setelah menyelesaikan tahap awal. Ethambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resisten.
Pada fase awal obat ditelan secara oral setiap hari, dan suntikan diberikan 5 hari dalam seminggu. Pada fase lanjutan obat oral ditelan selama 6 hari dalam seminggu. Dosisnya diberikan berdasarkan berat badan pasien. Obatnya sendiri akan disediakan dalam bentuk paket. Selain OAT, diberikan pula nutrisi tambahan berupa protein, mineral dan vitamin.

Lama pengobatan seluruhnya tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit adalah 18 bulan setelah konversi biakan. Cukup lama juga bukan. Oleh karena itu pasien benar-benar harus teratur mengikuti pengobatan, dan karenanya PMO sangat penting untuk menjamin pasien menyelesaikan setiap tahapan pengobatan dengan benar.

Mencegah TB Resisten Obat

Dengan rumitnya akibat yang timbul jika pasien mengalami TB resisten obat ataupun TB – MDR, maka perlu langkah-langkah dalam mencegah terjadinya hal tersebut. Kunci utamanya adalah dengan mendiagnosis secara dini setiap terduga resisten obat dan dilanjutkan dengan pengobatan lini kedua sesuai standar. Pengobatan harus terus dipantau kepatuhan pasien hingga pengobatan tuntas. Pengobatan TB harus dilaksanakan sesuai dengan standar, terutama dalam hal paduan pengobatan, lamanya pengobatan, dan cara pemberian obat. Semua harus dikontrol dengan baik. Kemudian dalam rangka mencegah penularan TB – MDR maka setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi secara tepat bagi setiap pasien TB – MDR, terutama juga pada keluarga pasien termasuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya.


Dan yang paling penting tentunya adalah dengan mengikuti penatalaksanaan dalam pengobatan TB dengan tepat dan tuntas. Dengan menghindari faktor-faktor pencetus TB Resisten Obat tentunya dapat mencegah terjadinya TB Resisten Obat tersebut.



Lewat Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013, tentang Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat telah ditetapkan sebuah Pedoman yang harus dijadikan acuan bagi tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan pengendalian Tuberkulosis Resisten Obat. Dengan pedoman tersebut diharapkan agar Tuberkulosis Resisten Obat dapat ditangani secara tepat dan mampu mengurangi kasus yang terjadi di negara kita. 

Penerapan Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resisten Obat menggunakan kerangka kerja yang sama dengan strategi DOTS. Dengan penanganan pasien TB Resisten Obat secara benar maka akan mendukung tercapainya tujuan dari Program Pengendalian TB Nasional.
 




Tulisan ini diikutkan dalam Lomba Blog : Temukan, Sembuhkan Pasien TB Serial #4 : TB Resisten Obat 





Sumber :
- http://www.tbindonesia.or.id/tb-mdr/
- www.depkes.go.id
- http://www.ppti.info/2010/07/mekanisme-dan-diagnosis-multidrug.html
- http://www.ikaapda.com/resources/PAI/Reading/PENATALAKSANAAN-TUBERCULOSIS-DENGAN-RESISTENSI-OBAT-ANTI-TUBERCULOSIS.pdf
-  Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2013


5 komentar:

  1. lengkap sekali tulisannya, mak
    semoga sukses ya

    BalasHapus
  2. Semoga alatnya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Semangaaaat....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuup....... Katanya para petugasnya lagi belajar menggunakan alat tersebut.
      Semangaaat.............

      Hapus
    2. kapan alatnya akan diberikan merata ke puskesmas2 ya ?

      Hapus