![]() |
(sumber) |
Tawuran lagi..
Miris rasanya melihat berita di
tv belakangan ini yang selalu menayangkan tentang berita tawuran anak SMU 6 dan
SMU 70. Kasihan sekali bahkan ada yang menjadi korban. Entah bagaimana perasaan sang orang tua. Anak
yang mereka besarkan dengan susah payah harus pergi dengan cara naas seperti
itu. Saya sendiri bingung, apa yang ada dalam pikiran para remaja itu. Emosi
sesaat…? Fase pertumbuhan..? Jiwa yang
masih labil..?
Penyelesaian masalah, pencabutan kepsek, relokasi sekolah., dan lain sebagainya..
Apakah benar itu semua akan menyelesaikan semuanya dan ada jaminan anak- anak
itu takkan mengulangi lagi perbuatannya?
Masalah tawuran, saya ingat 10 eh
11, eh ternyata sudah 12 tahun yang lalu waktu saya SMU… (sudah lama sekali ya
rupanya..) Meskipun sudah lama, namun saat itu namanya sudah SMU bukan SMA..
Ceritanya, kami sudah kelas III dan sudah mendekati ujian akhir. Karena
ujian sudah dekat, maka berbagai les-les tambahan harus kami ikuti demi
mempersiapkan diri dengan ujian yang begitu mendebarkan apalagi dengan
kata-kata ujian kali ini menggunakan
‘sistem komputer’ terasa begitu
menyeramkan buat kami para siswa di sekolah swasta di sebuah kabupaten kecil.
Tentu begitu berbeda jika dibandingkan dengan siswa-siswa dari kota besar yang
setiap hari berhadapan dengan benda itu seperti berhadapan dengan televisi,
sementara kami yang masih tertatih-tatih memegang mouse, begitu takut menyentuh keyboard, mengucapkan
enter, turn off, dan lain
sebagainya… ditimpali dengan pukulan
mistar kayu panjang sang guru kalau salah memasukkan disket besar itu.
Ah,lupakanlah masa memalukan itu.
Yang ingin saya ceritakan ada sedikit hubungannya dengan tawuran. Nah, sore itu
kami sedang les tambahan. Namun karena ada pertandingan bola antar sekolah, dan
kebetulan sekolah kami yang sedang bertanding, kamipun sepakat membatalkan les,
dan menonton pertandingan di lapangan Kodim yang tidak begitu jauh dari sekolah
kami. Karena hujan baru saja reda, kondisi lapangan sangat becek, apalagi di
pinggir lapangan banyak air tergenang.
Namun itu tidak mengurangi kegembiraan kami untuk terus menyoraki tim
sepakbola sekolah kami. Dan akhirnya … (saya lupa skor akhir pertandingan)
sekolah kami memenangkan pertandingan itu. Saking gembiranya, seorang adik
kelas menciprat-cipratkan genangan air itu ke arah kami sebagai tanda suka
citanya. Sayang sekali ada seorang anak dari sekolah lain yang kebetulan lewat
dan terkena cipratan air kotor itu dan dia tidak menerima dengan baik akan hal
itu. Dia begitu marahnya dan melontarkan ancaman ke arah adik kelas itu. Namun
karena di anggap bercanda, sang adik kelas setelah meminta maaf berulang kali tidak
begitu mengindahkan ancaman itu. Namun rupanya ancaman itu bukanlah ancaman
main-main. Ketika pertandingan usai dan
para penonton membubarkan diri satu per
satu, di sebuah lorong tidak jauh dari
situ si anak sekolah lain itu rupanya sudah menunggu, dan begitu adik kelas
kami itu lewat dia langsung menikamkan sebilah badik ke perut adik itu. Dan ini
benar-benar tikaman yang mematikan, karena hanya dalam hitungan menit saja adik
kelas kami itu menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit. Saat kejadian
itu berlangsung, tidak ada yang memperhatikan karena semua sedang merasa
bersuka cita atas kemenangan tim. Menurut cerita teman-teman, adik itu
mengangkat bajunya dan memperlihatkan badik di perutnya sambil berkata kalau
dia terkena.. dan .. saya tak tahu kelanjutannya, entah bagaimana si penikam di tangkap polisi..
Tidak tahu apa yang ada dalam
pikiran anak yang menikam itu.. Sama seperti alasan-alasan di atas, apakah ini
semata karena kondisi jiwa yang masih labil, perasaan telah dilecehkan, ataukah
memang dia punya bakat seorang penjahat (untuk apa pula dia membawa-bawa badik
kalau cuma mau nonton pertandingan bola), entahlah motif mana yang melatarbelakanginya..
Nasib anak yang sudah berubah
jadi pembunuh itu belakangan kami ketahui dia meninggal juga dalam penjara. Entahlah,
saya tidak bisa bilang itu adalah pembalasan setimpal baginya karena pembalasan
bukanlah di tangan kita juga kita tidaklah punya kewenangan menyatakan suatu
hal sebagai pembalasan setimpal. Namun lewat peristiwa ini sempat memutar
haluan cita-cita saya dari seorang guru menjadi seorang psikolog. Saya berfikir
alangkah bahagianya seandainya ada yang mampu mempengaruhi pikiran seseorang
dari negative menjadi berfikir bahkan bertindak positif dalam hidupnya. Membawa
perubahan yang baik dalam hidup seseorang tentulah suatu hal yang sangat
berguna. Sayangnya cita-cita tinggallah cita-cita. Saya tak pernah mengenyam
pendidikan psikologi dan juga bahkan tak pernah menjadi seorang guru. :)
Nah, kembali lagi ke tawuran di atas, mungkin yang terbaik menghindarinya adalah orang tua jelas harus memiliki tanggung jawab terhadap anaknya. Pendidikan anak sedari kecil di rumah jelas memiliki pengaruh besar untuk tumbuh kembang si anak... Keluarga adalah orang-orang terdekat yang memegang peranan penting. Meski kadang-kadang pula latar belakang keluarga "broken home" sering menjadi alasan seorang anak untuk berkelahi. Tidak menemukan kenyamanan dalam keluarga sendiri akan membuat si anak mencari kenyamanan di luar rumah. Nah, sebelum itu terjadi hendaklah kita cegah dengan menimbulkan suasana yang aman dan nyaman dalam rumah sendiri. Bukan berarti kita tidak boleh membebaskan anak untuk keluar rumah, boleh-boleh saja anak bergaul dengan teman-temannya namun dengan pengawasan dari orang tua. Selain itu sekolah tentu juga memegang peranan besar. Dulu, jaman saya sekolah ada yang namanya guru BP.. (eh, sekarang masih ada gak ya?) Begitu mendengar ada yang dapat panggilan ke guru BP, semua langsung celingak-celinguk ngintipin yang lagi di sidang di ruang BP. Mendapat panggilan guru BP berarti jelas telah melakukan suatu pelanggaran. Saat itu kami nggak ngerti kalau guru BP adalah guru yang akan memberikan bimbingan bagi para siswa lebih ke arah psikologi siswa... Nah, guru BP boleh tuh diaktifkan. Kalau perlu para guru BP digembleng dulu sama Kak Seto hehehe....
Mengarahkan anak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan positif tentu juga bisa bermanfaat. Asal jangan pernah memaksa si anak. Saya pernah ketemu anak teman saya, dia masih SD, kebetulan lagi ikut les bimbingan belajar di sebelah rumah saya.
Saya : " eh Adit (bukan nama asli ya)... ikut les juga ya?"
Adit : " iya kak..."
sebelum sempat saya komentarin, eh dia sudah ngomong duluan
" sebenarnya Adit malas kak, cuma mama yang paksa sih... , saya maunya main bola saja..."
Saya : ngebujuk-bujuk si Adit " itu kan mama mau supaya Adit pintar.."
Adit : " tapi kan teman-teman lain gak ikut les juga pintar kok..."
Saya : bingung mau ngomong apa lagi :)
Yang terakhir menurut saya dan yang cukup penting adalah dengan pendekatan keagamaan. Kalau yang Muslim mungkin di sebut Remaja Mesjid, kami di Nasrani punya kegiatan Sekolah Minggu. Dan di Papua sini ada pula ibadah yang dilakukan khusus anak-anak dan remaja di hari-hari lain selain hari Minggu. Mengingatkan anak untuk tetap ikut dalam persekutuan tentu akan menjauhkan anak dari pengaruh negatif lingkungannya.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu:
Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran
Mengarahkan anak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan positif tentu juga bisa bermanfaat. Asal jangan pernah memaksa si anak. Saya pernah ketemu anak teman saya, dia masih SD, kebetulan lagi ikut les bimbingan belajar di sebelah rumah saya.
Saya : " eh Adit (bukan nama asli ya)... ikut les juga ya?"
Adit : " iya kak..."
sebelum sempat saya komentarin, eh dia sudah ngomong duluan
" sebenarnya Adit malas kak, cuma mama yang paksa sih... , saya maunya main bola saja..."
Saya : ngebujuk-bujuk si Adit " itu kan mama mau supaya Adit pintar.."
Adit : " tapi kan teman-teman lain gak ikut les juga pintar kok..."
Saya : bingung mau ngomong apa lagi :)
Yang terakhir menurut saya dan yang cukup penting adalah dengan pendekatan keagamaan. Kalau yang Muslim mungkin di sebut Remaja Mesjid, kami di Nasrani punya kegiatan Sekolah Minggu. Dan di Papua sini ada pula ibadah yang dilakukan khusus anak-anak dan remaja di hari-hari lain selain hari Minggu. Mengingatkan anak untuk tetap ikut dalam persekutuan tentu akan menjauhkan anak dari pengaruh negatif lingkungannya.
Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bersatu:
Cara Mencegah Dan Menanggulangi Tawuran
postingannya tema tawuran nih sekalian aja kasih tips mencegah tawuran trus ikutin kontes di http://tamanblogger.com/blogging/konteskuis/kontes-unggulan-indonesia-bersatu-cara-mencegah-dan-menanggulangi-tawuran
BalasHapussiapa tau berminat
wahh.. ada ya kontesnya... (Gak tau nih hehehe..)
BalasHapusMakasih infonya Mbak Lidya ya...
Ngedit dulu ah, sekalian daftar kontes... :)
BalasHapusTerima kasih atas partisipasi sahabat.
BalasHapusSalam hangat dari Surabaya
T'rima kasih juga...
HapusSalam dari Papua :)
semoga budaya tawuran segera hilang ya.. miris liatnya..
BalasHapusiya.. semoga....
HapusBenar sekali, orangtua hendaknya mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap anaknya, di samping pendidikan di sekolah.
BalasHapusSemoga sukses ngontesnya ya...
yupps... terima kasih ya..
HapusMaaf sebelumnya... apakah cuma di komputer saya saja yang terlihat atau tidak, di beberapa paragraf terakhir pada postingan di atas tidak terbaca, cuma ada huruf-huruf dengan icon-icon tertentu. Sehingga, secara keseluruhan artikel ini tidak bisa saya baca.. :)
BalasHapuswahh.. tidak terbaca ya..? saya coba perbaiki dulu ya..
HapusHari sumpah pemuda telah berlalu, komentarku untuk artikel di atas mengenai peristiwa tawuran yg melibatkan pemuda-pemudi berstatus pelajar pun kunjung datang,,
BalasHapusSaya berharap hari peringatan sumpah pemuda ini dapat mengetuk para hati pemuda-pemudi di Indonesia (apapun statusnya)..