Dengan geram Roni menggebrak meja Marni sambil mencengkram selembar kertas.
"Marni, kenapa ini bisa sampai di meja saya?"
Marni tertunduk dengan wajah cemas.
Roni menghempaskan lembaran itu ke lantai. Marni terdiam melihat Roni yang tampak gelisah.
"Tidak, jangan sekarang. Kasihan Ririn jika dia tahu tentang ini semua." Ucap Roni pada dirinya sendiri.
Kemudian Roni berpaling memandangi Marni, sekretaris kepercayaannya.
" Marni, kamu bisa kan diam saja dulu. Masalah ini cukup kita yang tahu."
Marni menganggukkan kepalanya dengan pasrah.
Pikirannya berkecamuk.
Bayangan wajah Ririn melintas di benaknya. Ririn yang manis, dengan wajah keibuan.
Dia tak terlalu mengenal Ririn. Hanya sekali-kali saja jika ada acara kantor baru mereka bertemu. Dibayangkannya jika dia yang berada di posisi Ririn.
"Ah, tidak... Sebaiknya memang aku diam saja, biarkan Pak Roni menyelesaikan masalahnya sendiri," batin Marni.
Dipungutnya lembaran itu. Surat kaleng ke sekian kalinya untuk Pak Roni. Surat agar Pak Roni segera mentransfer lagi sejumlah uang secepatnya kalau dia tidak mau rahasia hubungan gelapnya dengan Debby, sang primadona kantor dibocorkan ke istrinya Ririn.
Dibuangnya kertas itu ke tempat sampah. Tiba-tiba handphonenya berdering menunjukkan nada pesan masuk. Marni tersenyum membaca pesan itu. Sebuah SMS Banking yang sudah ditunggu-tunggunya.
"Marni, kenapa ini bisa sampai di meja saya?"
Marni tertunduk dengan wajah cemas.
Roni menghempaskan lembaran itu ke lantai. Marni terdiam melihat Roni yang tampak gelisah.
"Tidak, jangan sekarang. Kasihan Ririn jika dia tahu tentang ini semua." Ucap Roni pada dirinya sendiri.
Kemudian Roni berpaling memandangi Marni, sekretaris kepercayaannya.
" Marni, kamu bisa kan diam saja dulu. Masalah ini cukup kita yang tahu."
Marni menganggukkan kepalanya dengan pasrah.
Pikirannya berkecamuk.
Bayangan wajah Ririn melintas di benaknya. Ririn yang manis, dengan wajah keibuan.
Dia tak terlalu mengenal Ririn. Hanya sekali-kali saja jika ada acara kantor baru mereka bertemu. Dibayangkannya jika dia yang berada di posisi Ririn.
"Ah, tidak... Sebaiknya memang aku diam saja, biarkan Pak Roni menyelesaikan masalahnya sendiri," batin Marni.
Dipungutnya lembaran itu. Surat kaleng ke sekian kalinya untuk Pak Roni. Surat agar Pak Roni segera mentransfer lagi sejumlah uang secepatnya kalau dia tidak mau rahasia hubungan gelapnya dengan Debby, sang primadona kantor dibocorkan ke istrinya Ririn.
Dibuangnya kertas itu ke tempat sampah. Tiba-tiba handphonenya berdering menunjukkan nada pesan masuk. Marni tersenyum membaca pesan itu. Sebuah SMS Banking yang sudah ditunggu-tunggunya.
Oalah... ternyata... Marni, Marni...
BalasHapusBagus nih ceritanya. I like it.....
Hehe.. makasih ya..
Hapuswua...Marni biang keroknya....keren mbak...
BalasHapusIya, Marni penjahatnya.. :)
HapusKali ini yang jadi pemain utama si Marni, ternyata... hebat sekali ya Marni.
BalasHapusCeritanya Marni si tukang meras bos...
HapusIdenya keren, si Marni kali ini si biang keroknya. Lagi2 si Ririn jadi tokoh penderita ..
BalasHapusIya, dasar Marni....
Hapushehehehehehe trnyata wajah cemas dan pasrah si Marni itu cuman sandiwaraaaa :D
BalasHapusiya, pura2 depan bos..
HapusLoh, loh, loh, kirain Marni innocent, ternyata ada seringai serigala di sana #Halaghh..keren deh
BalasHapusHaha.. seringai serigala... :D
Hapusmusuh didepan mata ya :)
BalasHapushehehe........ :)
Hapusiya neh, musuhnya ternyata orang paling dekat
Hapusada di sebelahnya... qiqiqqi...
Hapuswaaa... kereeen mba, saya kepleset baca endingnya, hehe. ternyata marni ya pelakunya. kuras abis aja tuh isi dompet pak bos, berani2nya selingkuh, huh. :P
BalasHapusyupp.. biar tobat tuh Pak Boss... :D
Hapushahaha...marni oh marni
BalasHapus