Kamis, 09 Februari 2012

Kehilangan

Duduk di sudut kursi tunggu di sebuah RS Umum di kota ini, sambil menunggu datangnya dokter praktek. Hari ini memang jadwal saya untuk kembali konsultasi ke dktr spesialis penyakit dalam. Sudah 7x berturut-turut setiap bulan, ini menjadi jadwal rutin saya.. dan akhirnya pengalaman membuktikan bahwa dokter akan datang sekitar jam 12 sedangkan pasien2nya akan antri dari jam 8. Loket pendaftaran ditutup jam 11.. Jadi demi mengejar waktu tutup loket tapi tdk harus duduk begitu lama maka saya selalu memutuskan untuk datang jam 10.. wahhh,, masih cukup lama harus menunggu, tapi apa boleh buat saya memang perlu untuk kontrol..

Mengurangi kejenuuhan, biasanya saya habiskan waktu dengan mendengarkan lagu dengan memasang headset, ataupun kadang2 saya tdk pernah lupa memasukkan sebuah buku bacaan ke dalam tas. namun entah mengapa hari ini jd lupa membawa kedua2nya..
Tiba2 di belakang saya lewat sebuah mobil jenazah, dan ini artinya ada 1 nyawa lagi yang melayang siang ini.
Kelihatan sebuah tandu dikeluarkan dari dalam mobil untuk di bawa ke ruangan menjemput sang almarhum. Hanya sekitar selang 10 menit kemudian, 4 org pria menggotong tandu tadi kali ini tidak lg kosong dan memasukkan kembali ke dalam mobil.. Bebeerapa org lainnya yang saya perkirakan sebagai keluarga sang alm.  tergopoh-gopoh dari belakang sammbil membawa berbagai tas2 besar dan peralatan lainnya, mungkin mereka sudah cukup lama di RS menjaga sang pasien tsb. Cuma, saya agak heran, karena tidak melihat salah satupun dari anggota keluarga yang menangis, padahal biasanya jika ada yang berpulang maka tangisan dan raungan kesedihan di RS sudah merupakan hal yang umum. Apa mungkin karena kejadiannya belum lama berselang, jadi belum merasa kehilangan atau yang meninggal bukan keluarga dekat.. entahlah... Who knows..??
Hanya selintas, saya mendengan suara seorang ibu yang turut mengantarkan alm. berkata "................yah., inilah jalan hidup orang siapa yang tau,, kita tidak pernah tau kapan hidup kita akan berakhir........"
Agak terkesima saya sesaat setelah mendengarnya..

Tiba2, terbayang kembali di ingatan saya, 7 tahun yang lalu tepatnya 12 Februari 2005 di saat saya berada dalam posisi yang sama... Ayah yang kala itu juga berpulang di sebuah RS kecil di kota kami, dan saat itu hanya ada ibu, saya, dan seorang kakak lelaki..
Kepanikan saat ayah tiba2 merasa sesak padahal sebelumnya beliau baik2 saja bahkan baru saja tertidur,, kemudian selang oksigen yang di pasang seakan tak mampu lagi membantu sehingga ia merenggutnya sendiri dari hidungnya menolak menggunakannya lagi (mungkin dia sudah tau waktunya tak akan lama lagi)..
Ibu yang saya tau pasti panik pun di tengah2 kepanikan mencoba tetap tenang, membuatkan air gula untuk ayah dan mencoba meminumkannya yang sama sekali tdk di minum oleh ayah, kemudian ibu dengan tenang memeluk kepala ayah dan mencoba menyandarkan kepala beliau di pangkuannya.. Kakak yang kemudian terbirit-birit lari memanggil petugas jaga, namun datangnya begitu lama,, dan saya yang ternganga menyaksikan semuanya mencoba memijit-mijit pergelangan kaki dan tangan beliau yang sudah terasa sedingin es.. Kemudian seorang suster mencoba mengukur tekanan darah beliau yang dilakukannya hingga berulang2 (saya tau pasti usahanya gagal karena dia tidak mampu lagi mendeteksi denyut nadi  ayah), kemudian seorang mantri yg mencoba memanggil2 nama ayah sambil mencoba menekan2 dada ayah (sepertinya dia melakukan RKP). Kemudian seorang sepupu yang kebetulan juga berada di situ (ibunya sedang dirawat di RS yang sama) mencoba mengajak kami semua berdoa..
Dalam kekalutan tersebut, saya mulai merasa marah,,, marah kepada petugas jaga yang begitu lamban gerakannya.. marah pada pihak RS yang bahkan tidak menyediakan dokter jaga (waktu itu sekitar pukul 17.30),, marah kepada mantri yang datangnya begitu lambat padahal ayahsudah dari tadi harus berjuang melawan maut... hmmmmmm kemarahan yang saya saadari sebenarnya berasal dari rasa takut kehilangan ayah.... Hingga akhirnya tangispun tak mampu terbendung saat menyadari bahwa dia benar-benar telah pergi.. Ah, ayah,, saya bahkan belum berbuat apa-apa untuk membalas semua perjuangan dan pengorbanannya selama ini. Bahkan beliau belum sempat menyaksikan saya menyelesaikan pendidikan yang mati-matian dibiayainya selama ini.. Ayah, saya tahu kau sudah bahagia di sana,,  dan Kini, saya gadis kecilmu initelah dewasa dan bahkan sudah memiliki pula seorang gadis kecil yang aku timang2 selayaknya dulu kau selalu menimangku..
Terima kasih untuk semuanya yah,, biarlah kasih dan perjuanganmu selalu jadi panutanku dalam menjaga cucu kecilmu ini..
Miss U Dad...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar