Sabtu, 10 Maret 2012

Landorundun

 Wewwww..... setelah sekian lama menunggu, akhirnya bisa juga membaca buku ini. Setelah sekian lama memesan buku ini di kakak tersayangku, akhirnya tiba juga tadi siang. Langsung saja saya baca karena memang penasaran setelah membaca review-nya dari beberapa blog yang saya temukan. 
Buku ini diterbitkan pada Februari 2011 dan saya baru membacanya pada hari ini 10 Maret 2012. Alangkah ketinggalannya saya. Tapi tidak apa-apalah. Bisa membacanya saja saya sudah cukup beruntung.
Ternyata buku ini memang pantas di acungi jempol. 
Cerita rakyat yang dipadukan dengan kehidupan masa kini mengalir melalui tangan seorang Rampa' Maega.
Membaca buku ini, saya di buat seakan-akan mengenang kembali masa kecil saya dahulu, saat saya masih kecil dan ibu saya sering mendongeng bagi saya termasuk di dalamnya sebuah kisah tentang seorang perempuan yang berambut sangat panjang bernama Landorundun. Ceritanya yang sekarang ini sudah samar-samar bagi saya akhirnya terungkap dengan jelas kembali dalam buku ini.
Pertemuan Kinaa Landorundun dan Ben yang diawali lewat blog si Ben dan berlanjut ke situs jejaring sosial facebook akhirnya membuat mereka semakin akrab hingga Kinaa berangkat menghabiskan liburan akhir tahunnya ke Toraja tempat Ben tinggal dan mengabdikan dirinya sebagai guru.  Di sana Kinaa di ajak menyelami eksotisme Toraja lewat rafting, berbelanja bersama di pasar, pergi ke kebun kopi, menikmati dinginnya lereng pegunungan Sesean juga menikmati menyeruput kopi Toraja yang terkenal enak itu. Dan ini seakan-akan menyihir saya sehingga saya seperti terbawa ke tempat-tempat yang disebutkan dalam buku ini, dan kenyataannya memang saya pernah menginjak beberapa dari tempat-tempat tersebut (jelas saja karena saya berdarah Toraja tulen, pun saya lahir, besar di lokasi yang sama hehehe....)

Kisah mereka diselingi pula dengan dongeng yang saya sebutkan di atas tadi yakni cerita tentang seorang perempuan berambut panjang yang di persunting oleh seorang Raja dari negeri lain. Alur cerita di mulai dari ibu si perempuan yang memiliki alat tenun yang terbuat dari emas, yang selanjutnya dengan alat tersebut dia bertemu dengan pria yang kemudian menjadi suaminya. Lewat cerita yang di runut dengan kadang-kadang menyelipkan penggunaan Bahasa Toraja juga dengan penggunaan Londe atau pantun berbalas benar-benar membuat saya penasaran hingga membaca buku ini tanpa henti (eh, maksudnya bacanya dari awal sampai selesai gak berhenti-berhenti). Meskipun kisah mereka berakhir di saat Landorundun di bawa pergi oleh Raja Bendurana, namun itu sudah cukup bagi saya untuk mengenang kembali cerita rakyat ini, (dalam hal ini lamat-lamat di bayangan saya cerita ini masih ada lanjutannya... benar kan?...)

Dan untuk kisah Kinaa bersama Ben yang mendapati fakta bahwa mereka ternyata masih ada hubungan darah (sepupu sekali) saya sudah bisa duga dari awal (salah satu keuntungan saya menyukai novel bergenre detektif/ misteri adalah saya jadi suka menebak-nebak akhir dari sebuah cerita). Meskipun ini aga aneh bagi saya, kerena seharusnya kan Kinaa sudah tahu hanya dengan melihat kemiripin ayah Ben yang katanya adalah saudara kembar ayahnya, ataupun jika memang kedua ayah mereka tak mirip, tentulah paling sedikit ayah Kinaa akan mewarisi kemiripan dengan kakek nenek Ben yang nota bene adalah kakek nenek Kinaa juga.

Hmmmm, entahlah... namun terlepas dari semuanya itu, saya senang sekali membaca buku ini. Makasih kak Rampa' sudah kembali mengisahkan cerita ini. Two thumbs for you...
Oh ya, pengarang adalah kakak kelas saya di SMU dulu...hehehe..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar