Kegiatan yang kami ikuti di Ambon sekitar 2 minggu yang lalu itu adalah tentang "sosialisasi pilot project pengembangan software SIPNAP sistem SIPNAP berbasis web". SIPNAP itu sendiri adalah Sistem pelaporan narkotika dan psikotropika. Tentu saja narkotika yang di maksud di sini adalah narkotik yang di gunakan dalam dunia kesehatan, bukan yang beredar di luar sana yang membuat Raffi Ahmad dkk di tangkap. Karena belajar software berbasis web maka tentunya harus menggunakan internet. Untungnya ada wifi gratis dari hotel. Namun begitu semua menyalakan laptopnya, ternyata jaringan wifi tak sanggup memenuhi kebutuhan lebih dari 30 laptop yang membutuhkan asupan koneksi internet gratis.
Terpaksalah demi kenyamanan bersama, untuk masing-masing meja yang berisi 3 orang hanya diperbolehkan menyalakan 1 saja laptop. Ah, tak apalah... yang penting bisa belajar.
Setelah berpusing-pusing ria dalam ruangan, ternyata kami selesai lebih cepat dari jadwal. Sekitar pukul 18.00 kami bahkan sudah bisa menikmati istirahat sejenak dengan berenang di kolam renang hotel. Tapi sepertinya sih lebih asyik jika berenang di kolam besar yang ada di belakang kolam renang itu. Hehehe...
Malamnya kami masih menyempatkan diri berjalan-jalan lagi ke kota. Tentu saja pilihan saya adalah menemukan toko buku. Toko buku ini berdekatan dengan toko tempat menjual perhiasan besi putih. Jadi sementara saya berburu buku, yang lain masih saja setia melihat-lihat pernak-pernik yang di jual di toko besi putih. Lumayan, dapat 3 buku. Dan hari itupun kami akhiri dengan mengikuti ide seorang teman untuk masuk ke rumah bernyanyi. Karaokean deh... *meski dengan suara pas-pasan. :)
Paginya, rupanya hanya tinggal saya dengan seorang teman yang berniat menambah libur. Teman-teman yang lain dengan pesawat pagi bertolak kembali ke kabupatennya masing-masing. Saya sendiri setelah sarapan, langsung pergi ke rumah kost seorang keponakan suami yang kebetulan kuliah di Ambon karena sudah janjian dengan kakak perempuan suami saya untuk sama-sama ke kampung. Namun sebelumnya saya menyuruh mobil untuk singgah ke supermarket yang letaknya di dalam mall ACC untuk membeli susu Wilda. Duh, sayangnya ternyata mall masih tutup. padahal itu sudah pukul 9 pagi. Jadilah saya turun setiap kali menemukan toko di pinggir jalan, sayangnya susu formula merk yang saya cari tidak ada. Sedangkan menurut suami susunya Wilda sudah hampir habis. Masih dengan tangan kosong, ternyata kami sudah tiba di tempat tujuan. Ipar saya segera naik mobil dan menyuruh untuk segera ke tempat speed berlabuh, katanya jangan sampai kami ketinggalan speed.
suasana tumpek-blek di dalam speed |
Tempat speed yang di maksud adalah Ta'huku, semacam terminal speed yang akan berangkat ke pulau Seram. Bertumpuk dengan manusia dan barang-barang di dalam speed, benar-benar bukan perjalanan yang menyenangkan. Namun saya mencoba menikmati dengan memandangi panorama sepanjang jalan. Alangkah indahnya laut yang masih bersih, dan untungnya tidak ada ombak sepanjang jalan. Meski kaki saya kram karena terus di tekuk, namun akhirnya saya bersorak juga ketika satu persatu penumpang mulai turun di kampung mereka masing-masing. Speed berjalan di sepanjang pesisir pantai, karena sama dengan angkot, penumpang dalam speed memiliki tujuan yang berbeda-beda. Sekitar 4 jam lebih, dan saya kembali bersorak ketika akhirnya melihat kampung suami saya dari kejauhan. Ah, akhirnya tiba juga. Tidak sabar rasanya bertemu lagi dengan keluarga kecilku.
Hanya 3 hari saya di kampung, karena pekerjaan menanti maka kami harus kembali. Apalagi saya tidak mengambil ijin khusus. Perjalanan pulang kami tidak melewati jalan yang saya lewati saat pergi. Soalnya bila lewat jalan itu maka kami harus menanti speed di pagi-pagi buta, biasanya sekitar pukul 4 pagi. Kami pernah lewat jalan itu tahun lalu, dan saya beserta Wilda muntah-muntah dengan sukses. Mungkin karena masuk angin.
Dengan sebuah speed kecil kami melintasi laut lagi ke kampung yang bernama Alang Saude. Pemandangan sepanjang jalan ke Alang Saude sungguh menakjubkan. Air laut yang jernih, terlihat begitu biru dan bahkan kita bisa melihat ikan berenang-renang di bawah sana. Dari Alang Saude dengan menggunakan ojek, kami ke kota Piru, sebuah kota kecil ibukota Kabupaten Seram Bagian Barat. Perjalanan ini sangat menakjubkan. Begitu banyak pohon kayu putih di sepanjang jalan. Dan bagian paling indah adalah saat di puncak sebuah bukit, yang mana sebelah kiri dan kanannya kita bisa melihat laut lepas. Sayang sekali kami kehujanan di tengah jalan.
Tiba di Piru, kami menginap semalam di rumah seorang kakak suami saya yang kebetulan memang tinggal di kota itu. Besok paginya lagi kami melanjutkan perjalanan dengan naik mobil ke tempat penyebrangan feri di Waipirit. Kembali melintasi laut, kami tiba di Liang tempat feri berlabuh. Pantai di Liang ini sungguh indah.
Namun kami tak bisa berlama-lama di situ karena masih harus melanjutkan perjalanan lagi ke kota Ambon. Kami memilih naik ojek saja karena tadi saat dari Piru ke Waipirit, Wilda sempat muntah dan dia minta turun dari mobil, katanya : "mama, tulun...tulunnn... jalan kaki aja... "
Akhirnya tiba jugalah kami di Ambon. Masih ada waktu hingga malam untuk jalan-jalan sejenak. Kebetulan saya sempat janjian dengan seorang teman SMA yang tinggal di kota ini dan bekerja di sebuah restoran waralaba ayam goreng yang terkenal itu. Ternyata sekang dia sudah jadi Director Manager.. Wihh.. hebat deh...
Namun sayang, sekali lagi hujan membatasi gerak kami. Karena kami menggunakan motor, maka tak banyak tempat yang bisa kami datangi lagi karena hujan. Jadilah kami pulang ke rumah dan beristirahat saja sembari ngobrol-ngobrol dengan pemilik rumah yang kami tinggali, sahabat suami saya.
Keesokan harinya kami pun terbang kembali ke kota kami. Ah, semoga kelak bisa kembali lagi.
hamparan pohon kayu putih |
dermaga liang |
pemandangan dari atas kapal feri |
dermaga liang |
sempit sekali ya di dalam speednya tapi pemandangannya indah
BalasHapusiya, sempit Mak,, kaki saya kram duduk lebih dari 4 jam.
Hapus