Meski tahun lalu kisah ulang tahun saya cukup mengenaskan seperti yang saya sudah ceritakan di sini, namun itu tak mengurangi rasa excited saya setiap kali memasuki bulan Maret. Karena di bulan ini saya tahu kalau
Ulang tahun saya sebenarnya tak pernah sekalipun dirayakan. Keluarga kami tak pernah kenal yang namanya pesta ulang tahun, cake ulang tahun, tiup lilin, mie panjang umur dan lain sebagainya. Namun seringkali pula saya di undang oleh teman untuk menghadiri acara ulang tahunnya, meski itu pun bisa di hitung dengan jari. Maklumlah, kami tinggal di kampung dan tak terlalu perduli dengan pertambahan usia. Kenangan masa kecil ini mengingatkan saya akan sebuah kejadian di masa lampau.
Waktu itu saya masih kelas 1 SD, dan saat itu adalah ulang tahun saya yang ke enam. Entah ada angin apa, tiba-tiba ibu saya dengan baik hatinya membuat kue kalau nggak salah roti, dan di kemas-kemas dalam plastik.
" Nak, ini nanti bawa ke sekolah ya, berikan ke Ibu Guru supaya di bagi ke teman-temanmu", kata Ibu kala itu.
Ibu saya sudah menghitung jumlah anak di kelas saya, kalau tidak salah ada 15 anak. Juga anak-anak yang ada di kelas kakak saya. Saat itu sekolah kami adalah sekolah baru, jadi baru ada dua angkatan. Kebetulan kakak saya juga bersekolah di sekolah yang sama, dan meski umur kami terpaut dua tahun tapi hanya berbeda satu tingkat kelas. Jadi kakak saya di kelas 2 dan saya kelas 1. Saya lupa jumlah murid di kelas kakak saya ada berapa, anggap saja misalnya di kelas kakak saya ada 10 anak, dan di kelas saya ada 15 anak, maka ibu cuma menyiapkan 25 bgks kue. Sayapun membawa kue-kue itu ke sekolah dan kemudian menyerahkan ke ibu guru dan tak lupa menyampaikan pesan ibu saya.
Tibalah saat pembagian kue. Ternyata ibu saya salah hitung, hiksss... Ada 26 bocah kecil yang menanti pembagian kue termasuk saya, sementara kue hanya ada 25 bungkus. Dan jelaslah akhirnya ada seorang anak yang tidak mendapat kue, sementara kue sudah di bagi habis. Saya memandangi kue di tangan saya, berfikir ini adalah ulang tahun saya, seharusnya saya tak perlu mendapat bagian karena saya yang berbagi. Namun pikiran kanak-kanak saya tentu saja ingin juga menyantap kue lezat buatan ibu. Ibu guru sendiri bingung harus berbuat apa, sementara anak yang tak mendapat kue mulai menangis.
Akhirnya dengan penuh keikhlasan, saya berikan kue milik saya, sambil berusaha menghibur diri bahwa mungkin ibu masih menyimpan sisa kue di rumah, meski saya tahu itu mustahil karena saya yang membantu ibu menghitung kue-kue itu. Anak itu kemudian diam, namun yang mencengangkan saya adalah dia memberi separuh miliknya untuk saya. Jadilah kami sama-sama menikmati kue itu. Mungkin dia tak tahan melihat tampang saya yang kelaparan meneteskan air lir pengen ikut makan kue. Entahlah... :)
Intinya adalah, indahnya berbagi.
gambar di pinjam dari sini |
Indahnya berbagi...Kadang kita perlu mencontoh anak kecil yang mau berbagi dg temannya. Pelajaran banget tuh :)
BalasHapusThanks ya sdh sharing cerita dan ikutan GA Ultah Samara.
Iya, sama-sama Bunda.. :)
Hapusjadi semuanya kebagian ya berkat keikhlasan
BalasHapusIya, akhirnya semua bisa makan kue..
Hapusbaik banget deh kamuuuu
BalasHapusmuah muah muahh . itu yg di bagi cowok bukan? hihi
Siapa dulu Maknya..*halahh..
HapusGini Mak Hana, waktu itu saya juga kan nggak enak juga, masa saya ayng ultah, kok malah ada yg gak dapat kue sementara saya dapat.. hehe..
Seingat saya cowok Mak, cuman saya sudah lupa siapa hihihi.........
kenangan masa kecil memang akan selalu terkenang hingga dewasa
BalasHapusIya Mak, jadi pengen menjadi anak kecil lagi.. hehe.. :)
Hapus